Ahli: Pembicara Acara Religius di Tv Perlu Sertifikasi

Tiap stasiun tv khalayak di Tanah Air mempunyai tayangan religius dalam mata acaranya. Pada beberapa segi, penelitian menunjukkan memerlukan pembaruan kualitas siaran. Ahli mereferensikan ada sertifikasi untuk beberapa pembicara pengisi acaranya.

patromaks.com — Wawasan pentingnya sertifikasi untuk beberapa presenter religius jadi ulasan dalam diseminasi hasil penelitian yang diadakan universitas Kampus Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Minggu (22/5). Pengontrol penelitian lapangan, Dr Bono Setyo, sampaikan beberapa catatan berkaitan acara religius di 13 stasiun tv khalayak yang ditelaah sepanjang 2022. Acara religius ialah siaran memiliki muatan keagamaan dari seluruh agama yang berada di Indonesia.

Antara catatan itu, kata Bono, ialah kentalnya nuansa guyonan yang berkesan dipaksa. Acara religius kerap mengulas membahas ketidaksamaan fikih (tata seperti melaksanakan ibadah -red) yang malah akan memunculkan kontroversi. Periset mereferensikan perlu memerlukan sertifikasi untuk pemateri atau pembicara acara religius di stasiun tv.

“Perlu mengevaluasi kembali terkait dengan reputasi pembicara. Asal pembicara supaya lebih variasi, dan memerlukan sertifikasi pada pembicara, hingga dari faktor kapabilitas tidak disangsikan. Tidak boleh cuma memburu dari faktor pertunjukan,” kata Bono.

Penelitian ini mengikutsertakan dosen dan periset dari 12 kampus terkenal

Ahli: Pembicara Acara Religius di Tv Perlu Sertifikasi

Penelitian lapangan ini mengikutsertakan dosen dan periset dari 12 kampus terkenal di Indonesia. Tiap ahli memberi penilaian untuk acara religius di masing-masing tv dalam beberapa score atau angka. Diseminasi penelitian sebagai sisi dari Pertemuan Penayangan Indonesia yang diadakan 22-24 Mei 2022 di Yogyakarta. Komisi Penayangan Indonesia mengadakan acara ini bersama dua fakultas di UIN Sunan Kalijaga, yakni Fakultas Sosial dan Humaniora dan Fakultas Ceramah dan Komunikasi.

Penelitian ini mengaitkan, pembicara acara religius kerap menjawab semua pertanyaan, yang seolah-olah mengagumkan dianya pahami semua persoalan. Ada banyak stasiun tv yang tempatkan acara religius jadi tontonan semata-mata, hingga elemen bimbingannya terlewatkan. Dalam kerangka kehidupan berkebangsaan, materi acara religius kurang memberikan dukungan.

“Beberapa materi mengenai persatuan dan kesatuan bangsa sedikit ada. Walau sebenarnya benar-benar diperlukan untuk kondisi dan situasi sekarang ini. Bagaimana menyambungkan di antara agama dengan semangat persatuan atau berkebangsaan,” lebih Bono.

Penelitian mendapati acara dengan figur atau pembicara polemis, dan banyak khotbah belum ramah gender, dengan tempatkan wanita selalu sebagai objek.

“Perlu dibuatkan siaran religius yang berisi dialog-dialog antaragama hingga kita tidak begitu fanatis pada agama yang kita anut. Hingga tidak sukai pada agama lainnya, toleransinya perlu diperkembangkan untuk perkuat persatuan dan kesatuan,” tutur Bono kembali.

Penelitian mereferensikan supaya siaran acara religius seharusnya tidak memiliki kandungan atau ke arah pada muatan politik, materi siaran lebih mendidik, jadi bimbingan dan perkuat keimanan.

Terlampau Banyak Acara Religius

Sementara Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Al Semakin, menjelaskan di beberapa negara khotbah keagamaan yang ditayangkan lewat tv atau internet ditata oleh negara. Al Semakin mengingati, kebebasan yang ditanggung demokrasi bawa resiko, terhitung pada kualitas beberapa acara seperti ini. Beberapa filsuf Yunani semenjak 2.500 tahun lalu sudah mengingati, jika demokrasi mempunyai kekurangan.

“Demokrasi itu memiliki kekurangan, karena demokrasi akan melahirkan demagog, orang yang pintar bicara dan memengaruhi massa tapi tanpa isi. Kita saksikan di Twitter, Instagram, Youtube itu jika kriterianya Plato dan Sokrates, itu demagog semua. Bicara ke sana-ke silahkan memengaruhi orang, apa lagi gunakan agama,” pungkas Al Semakin.

Al Semakin memandang, di Indonesia ada kebanyakan acara religius hingga kehidupan penduduknya terlampau diwarnai rumor keagamaan. Komisi Penayangan Indonesia (KPI), kata Al Semakin, mempunyai kebutuhan untuk ajak warga kembali lagi ke tempat tengah yang tidak memberi warna semua segi hidupnya dengan agama.

“Ada beberapa rumor yang lebih bernilai, kerusakan lingkungan, global warming, terumbu karang hancur, kita akan terbenam. Mengapa ini tidak dibeber. Kok cuma bicara mengenai surga dan neraka yang kita tidak paham, akan masuk atau mungkin tidak. Jika naiknya permukaan air laut, terang kita akan alami,” sambungnya.

Warga Jadi Pengawas

Sementara Dekan Fakultas Ceramah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Emma Marhumah, mengkritik siaran religius yang memojokkan wanita.

“Bagaimana wanita jadi objek penayangan ini. Tapi selalu disebutkan jika wanita harus ini, wanita harus demikian, wanita banyak masuk neraka. Adakah siaran yang vulgar membahasakan semacam itu atas nama agama, saya anggap ini perlu jadi catatan kita bersama,” kata Emma.

Ketua Komisi I DPR, Meutya Viada Hafid menyaksikan warga perlu ikut memantau acara religius di stasiun tv. Ditambah dengan penggunaan tehnologi digital di depan, bakal ada semakin banyak acara dapat dibuat. Siaran tv yang ditata, harus menjadi pengimbang muatan di media sosial yang dibuat secara bebas.

“Peranan siaran-tayangan di tv, terhitung siaran religius jadi penting sebagai penyimbang untuk dunia yang tanpa batasan dan tanpa filter,” katanya.

Karena Indonesia jamin kebebasan berekspreasi, stasiun tv dapat menghasilkan acara religius sama sesuai pola yang mereka tentukan. Tetapi, warga memiliki hak memantau.

“Mereka kita diamkan berkreatifitas selebar luasnya, pasti dalam batas ketentuan UU. Warga silakan memberi seperti pagar-pagarnya, mengingati, sama-sama memberikan saran,” lebih Meutya.

Cuma Empat %

Bicara dalam dialog hasil penelitian ini, Direktur Produksi stasiun tv Trans 7, Andi Chairil, menjelaskan beberapa data berkaitan tayangan religius di tv. Ia menyebutkan ada 69 program religius pada 13 stasiun tv di Indonesia. Menurut materinya, 30 % ialah program non-Islam dan 70 % program Islam. Dari segi jam tampil, 91 % program religius tampil di saat subuh dan bekasnya di luar waktu subuh.

“Hingga berkaitan dengan jam subuh ini dapat disebut, jumlah pemirsa di subuh itu sedikit . Maka secara berat, banyaknya itu sedikit hingga sepertinya kurang memikat buat sponsor,” kata Andi.

Keseluruhan persentase durasi waktu, pada sebuah minggu acara religius makan wakru lebih kurang empat % atau sekitaran 5.300 menit dari semua durasi waktu acara tv. Selama ini, acara religius yang diasuh Mamah Dedeh dan Ustadz Maulana sebagai siaran dengan peringkat tinggi. Mendiang Ustaz Jefry Al Buchori dan Bijakin Ilham ialah pengisi acara yang peringkatnya tentu tinggi.

Dan sekarang ini, bila Ustadz Abdul Shomad atau Adi Hidayat siap tampil, Andi memprediksi peringkatnya akan tinggi. Tetapi ke-2 nya pilih agar semakin banyak tampil di basis sosial media.