Akhir Pandemi

patromaks – Sesudah sempat menerpai, kasus covid-19 di Indonesia naik kembali. Berdasar laporan Satuan tugas Pengatasan Covid-19, da keseluruhan tambahan kasus positif sekitar 5.831 orang.

Dari angka itu, DKI Jakarta dan Jawa barat jadi penyumbang paling banyak, yaitu 2.987 orang dan 1.095 orang. Walau sebenarnya, Ketua Departemen Pandemiologi Fakultas Kesehatan Warga Kampus Indonesia (FKM UI) Tri Yunus Miko Wahyono pernah ngomong, Jakarta aman dari covid-19 bila kasus harian di bawah 100 sepanjang satu minggu. Itu maknanya, Jakarta terutamanya, tidak sedang baik saja. Lantas, kapan donk kelarnya ini wabah? Sabar bos, tenang. Virus korona itu bukan seperti tentara Rusia yang secara mudah dapat manut oleh perintah Vladimir Putin. Dia terus-terusan bergerilya, bermutasi, dan bisa saja mesin pembunuh bila pertahanan badan kita kurang kuat. Lebih dari 2 tahun sesudah WHO mengatakan pandemi covid-19 sebagai wabah dan lebih dari 18 bulan sesudah vaksinasi covid-19 pertama kalinya dialokasikan secara luas, nampaknya sepanjang ini tidak ada titik jelas kapan kritis ini akan usai. Tidak hanya di Indonesia, tetapi penjuru dunia yang lain.

Bila melihat dari pandemi awalnya, seperti flu babi atau HIV/AIDS yang dahulu benar-benar menggegerkan itu, kelihatannya wabah covid-19 ini memanglah tidak akan benar-benar usai. Paling banter cuma jadi epidemi. Virusnya tidak lenyap, tapi tingkat kasus tak lagi menyebabkan kritis klinis yang menyusahkan. Seperti saat WHO umumkan flu babi sebagai epidemi pada Agustus 2010. Pengakuan itu tidak mengidentifikasi akhirnya kasus itu. Kebalikannya, mereka menerangkan jika kasus dan pandemi masih diprediksi bisa terjadi, tapi ikuti skema flu angin-anginan yang normal. Pertanyaannya adalah skema normal yang seperti apakah dan bagaimana kekuatan satu daerah/negara mengurus keadaan itu? Apa lagi penyakit tidak hanya covid-19.

Akhir Pandemi

Ada malaria, Tb, kolera, demam berdarah, dan lain-lain yang bergentayangan dari muka bumi. Seberapa jauh ketahanan satu negara menangani beberapa persoalan itu hingga tidak memunculkan, tidak hanya kritis kesehatan, tetapi ekonomi atau politik. Beberapa negara maju kemungkinan dapat mengontrol HIV/AIDS walau tidak bisa memberantas virusnya 100%. Tetapi, bagaimana dengan beberapa negara miskin di Afrika. Belum juga mereka harus hadapi pandemi ebola, cacar monyet, atau kolera, misalkan. Wabah atau epidemi bukan rangkaian kejadian biologis terpisah yang cuma akan jadi sisi riwayat sesudah penyakitnya purna. Mereka sudah memacu kritis kepribadian, mengetes batasan kohesi sosial, dan keyakinan. Itu penyebabnya satu negara sekarang tidak dapat biarkan negara yang lain tidak terurus dalam genangan kritis kesehatan berkelanjutan. Itu kenapa distribusi vaksin harus juga rata.

Demikian juga dengan pembangunan infrastruktur kesehatan dan sanitasi, jangan kembali diacuhkan. Dia harus menjadi target utama sebagai salah satunya pilar untuk menyokong ketahanan dari hempasan kritis. Daripada menanti kapan covid-19 usai, wabah itu seharusnya jadi bahan dialog mengenai pelajaran apa yang dapat diambil dari pandemi ini dan cara apa yang dapat dan harus dilaksanakan di masa datang. 2 tahun lebih pandemi itu secara jelas sudah memperlihatkan efeknya yang garang. Alangkah lugas bila kita tidak dapat belajar sedikit juga darinya. Beberapa pakar klinis, misalkan, kemungkinan memperdebatkan berapakah tingkat infeksi yang bisa diterima/ditolerir. Beberapa politisi memperdebatkan implementasi dari pencabutan limitasi sosial. Kita, warga pemula, paling-paling cuma dapat berunding dengan
famili, rekan, atau tetangga, mengenai langkah terbaik untuk tetap bertahan hidup. Tidak perlu jauh mikir kapan pandemi ini akan usai. Yang perlu sabar, usaha, dan masih tetap jalani gaya hidup sehat. Moga-moga saja dengan demikian kita dapat selamat. Amin ya rabbal alamin.