Ambisi Yahya Edward Menjadi Guru Mengaji, Mau Hidup Berguna untuk Orang Lain

Patromaks.com – Nilai hidup yang tertancap sejak awal kali pada diri Yahya Edward Hendrawan membuat berkemauan menjadi guru mengaji. Pria yang tinggal di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, ini sudah jadi guru mengaji sepanjang 20 tahun. Yahya ingin hidupnya berguna untuk seseorang. Ini jadi motivasi Yahya jadi seorang guru ngaji. Karena saya ingin minimal hidup ini berguna untuk seseorang, buat perbekalan di akhirat kelak, papar pria 39 tahun itu, Rabu (13/4/2022).

Saat Yahya masih kecil, orangtuanya selalu mengutamakan masalah keutamaan melaksanakan ibadah. Orang-tua Yahya memberi pesan, bila ada sesuatu hal yang tidak dapat dicapai di dunia, minimal ada sesuatu hal yang dapat diraih di akhirat nanti. Orang-tua saya petani. Hanya, orang-tua saya memberi pesan, tong saya sudah geblek sama agama. Saya ingin lu ngaji. Orang-tua saya bukan, tong lu sudah sekolah?, bukan, papar ia.

Tetapi, tong lu sudah ngaji, sudah sembahyang?. Itu yang khusus. Jika lu tidak bisa di dunia, minimum lu dapat di akhirat tong, kata Yahya. Ia mengaku, orangtuanya tidak mampu untuk mengongkosi sekolah sampai ke tingkatan yang tinggi. Karena hal tersebut dan nilai melaksanakan ibadah yang dimasukkan ke dianya, Yahya sering diminta ikuti majelis taklim atau pengajian. Dari 1 pengajian ke pengajian lain telah ia jalani semenjak ada di sekolah menengah pertama (SMP).

Ambisi Yahya Edward Menjadi Guru Mengaji, Mau Hidup Berguna untuk Orang Lain

Yahya muda tidak belajar mengaji di rumah tinggalnya, tetapi pada tempat guru mengaji. Orangtuanya yang selalu mengantar Yahya ke tempatnya belajar mengaji, sesudah menjalankan beribadah magrib. Dasarnya magrib itu telah tidak bisa kelayaban. Magrib itu harus berada di rumah. Usai shalat magrib, ngaji, mengakuinya. Itu didikan orang-tua saya. Alhamdulillah dapat berguna untuk orang-tua saya dan keluarga yang sekarang ini saya lakukan, ikat ia.

Tidak karena hanya didikan orang-tua yang membuat Yahya meneruskan berdakwah sebagai guru ngaji. Sekitaran 2010, Yahya mendapatkan pesan dari salah satunya guru di Panti Bimbingan Darussalam, Pinang, tempat ia mengajarkan. Gurunya waktu itu berkemauan membuat Yahya jadi seorang Abu Nawas kekinian. Di saat yang bertepatan, Yahya di inspirasi oleh Rhoma Irama yang berdakwah lewat musik. Selanjutnya, Yahya memilih untuk berdakwah memakai baju badut. (Gurunya Yahya ngomong) kamu mengajarkan ngaji memakai baju badut. Pada akhirnya ya saya ikuti anjuran guru, takzim, saya turuti, bebernya. Tidak gampang menjadi seorang guru ngaji yang berbaju badut. Cemoohan dari tetangga, warga, bahkan juga keluarganya dia terima setiap mengajarkan ngaji berbaju badut, wajahnya penuh dandanan, dan bersosok periang.

Namun, cemoohan itu tidak lalu menangguhkan niat Yahya berdakwah dengan berbaju badut. Style semacam itu dia lanjutkan karena perubahan jaman. Saya menyaksikan perubahan jaman , yang mana anak-anak ini kan lebih condong ke handphone. Ke-2 , bahasanya kan yang Masya Allah hebat, tutur Yahya. “Saya ingin badut ini jadi figure buat anak-anak, yang memberikan contoh, ajak mereka bermoral, beretika yang bagus, bermoral. Minimal ada ceramah saya yang saya selipkan, tambah ia. Yahya sekarang ini mengajarkan di sejumlah lokasi yang berlainan. Dia melanjutkan berdakwah di rumah tinggalnya, di Panti Bimbingan Darussalam, dan beberapa tempat yang lain.

Tidak meminta bayaran

Sekarang, Yahya membuat program baru. Semenjak empat bulan kemarin, dia memberi pelajaran mengaji ke beberapa masyarakat lansia (lanjut usia). Di rumah tinggalnya, sehabis shalat isya pada Senin sampai Rabu, Yahya mengajari beberapa lanjut usia belajar Al Quran. Yahya menceritakan, awalannya, beberapa lanjut usia sebagai siswanya berasa malu karena tidak dapat membaca Al Quran. Tetapi, dia mengutamakan, rasa malu cuma diperuntukkan ke Allah saja.

Sekarang ini, minimal ada 20 lanjut usia yang belajar ngaji bersama Yahya. Saat mengajari ngaji, Yahya tidak berbaju badut. Yahya menjelaskan, sepanjang mengajarkan ngaji untuk lanjut usia, anak kecil, atau di mana saja, dianya tidak minta bayaran. Ia memiliki pendapat, sebagai guru ngaji, bayaran akan diberi oleh Allah. Melakukan perbuatan tulus sepanjang mengajarkan cukup untuk Yahya. Mengapa saya ketika ngajar ngaji tidak ingin meminta bayaran, agar kelak Allah. Bukan manusia yang bayar, Allah yang bayar. Bayarnya apa? Ya amal beribadah saya, Allah bayar di akhirat,” katanya.