Dana Haji dan Social Impact Investment

Patromaks – Topik yang cukup hangat dibahas belakangan ini ialah pengendalian usaha yang mempunyai tanggung-jawab sosial. Secara teoritis hal itu mempunyai beragam panggilan salah satunya ialah Environmental, Social and Corporate Governance (ESG) lalu ada pula Corporate Citizenship.

Untuk pengendalian dana haji kami akan mengulas: 1) Analisis pengendalian dana haji sebagai patokan perubahan Social Development Goals (SDGs) dan Socially Responsible Investment (SRI) nasional atau internasional; 2) Pengidentifikasian imbas sosio-ekonomis investasi dana haji di Indonesia dengan keterikatannya pada SDGs, SRI dan social impact investment (SII). Hal itu untuk memvisualisasikan jika investasi yang sudah dilakukan atas dana haji bukan hanya berguna untuk peningkatan dana haji tapi juga untuk menggerakkan kenaikan kesejahteraan warga secara umum. “Investasi pengendalian dana haji didasari pada 3 (tiga) arah besar, yakni SDGs, Maqashid Syariah, dan responsible investment.Keseluruhannya, ke-3 arah ini membuat satu segitiga kongruensi yang utuh dan mempunyai dasar yang memiliki sifat holistik.” SDGs sebagai koleksi dari 17 arah global yang sama-sama terpadu untuk capai masa datang yang lebih bagus dan terus-menerus. Pada dasarnya, arah dari SDGs disamakan dengan manfaat- manfaat suportif sosial (social), lingkungan (environment) dan ekonomi (economy) yang sama-sama beririsan. Selainnya didasari pada SDGs, pengendalian dana haji sebagai wujud investasi didasarkan pada konsep Maqashid Syariah. Konsep ini sebagai implikasi Ekonomi Keuangan Islam (EKI) yang mengonsolidasikan faktor niaga atau kordial. Maqashid Syariah sendiri terbagi dalam 5 (lima) komponen yang menimbang kesejahteraan dunia dan akhirat, yang fundamental mempunyai kemiripan pada SDGs dan sanggup kelaronansi dengannya. Dalam hubungannya dengan kegiatan investasi, ke-2 arah itu selanjutnya ditingkatkan dengan ide responsible investment, yang ada sebagai usaha perealisasian SDGs. Didalamnya, ide ini terbagi dalam beberapa taktik seperti SRI, SII, dan environment-social-governance (ESG). Ke-3 taktik ini bisa dipakai secara individu atau bertepatan.

Pengendalian Dana Haji di Indonesia

 

Dana Haji dan Social Impact Investment

 

Pengendalian dana haji di Indonesia dilaksanakan oleh BPKH, sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang nomor 34 tahun 2014 mengenai Pengendalian Keuangan Haji, Ketentuan Presiden nomor 110 tahun 2017 mengenai Tubuh Pengurus Keuangan Haji, dan Ketentuan Pemerintahan (PP) nomor lima tahun 2018 mengenai Penerapan Undang-Undang nomor 34 tahun 2014 mengenai Pengendalian Keuangan Haji. BPKH bekerja untuk mengurus segalanya yang terkait dengan dana haji, meliputi akseptasi, peningkatan, pengeluaran, pertanggungjawaban, dan investasi dan penempatannya. Pada umumnya, dana haji diinvestasikan pada instrument Surat Bernilai Syariah Negara (SBSN). Sebelumnya, saat sebelum BPKH berdiri (saat sebelum 2017), SBSN cuman diprioritaskan pada wujud Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Tetapi saat berdirinya BPKH, wujud investasi SBSN jadi makin beragam macam, seperti Proyek-Based Sukuk (PBS), Sukuk Korporasi, Sukuk Pendanaan Nasional Madani (PNM), dan sebagainya.

Perubahan SBSN dan SDHI dapat termasuk cepat, dan capai pucuknya di tahun 2015 sampai 2017. Tetapi trend ini tidak berjalan lama karena berpindah konsentrasinya SBSN pada beberapa bentuk yang lebih bermacam. Meneruskan trend kenaikan SDHI yang cepat, portofolio SBSN keseluruhannya saat berdirinya BPKH ikut alami hal sama. Disaksikan dari perubahannya sejak tahun 2018 sampai 2020 tempo hari, penemuan kuantitatif yang dituangkan pada nilai sharpe ratio dan angka return alami kenaikan berarti tiap tahunnya. Angka sedikit alami pengurangan di tahun 2021 yang diperkirakan sebagai dampak dari wabah – walau demikian pengurangan ini tidak termasuk berarti. Menyaksikan data yang ada, cara yang diambil pemerintahan dalam membangun BPKH sebagai usaha pengendalian dana haji dapat disebutkan telah tepat. Lewat BPKH, dana haji bisa diperbedayakan sebagai salah satunya model investasi terus-menerus yang sesuai beberapa prinsip SDGs, Maqashid Syariah, dan responsible investment. Hal ini dapat juga disaksikan lewat kesuksesan BPKH dalam tingkatkan dan memaksimalkan portofolio investasi dana haji tiap tahunnya.

Perubahan SDGS-SRI Nasional dan Internasional

Dalam menyaksikan perubahan SDGs di dunia, ke-17 arah global di atas berperan sebagai tanda pembangunan yang penting ditelaah baik secara kuantitatif atau kualitatif. Ide SDGs sendiri memiliki sifat global dan bukan hanya berlaku secara terbatas pada belahan- penjuru dunia tertentu saja. PBB sebagai satu instansi kelompok yang difasilitaskan oleh beberapa negara di dunia menarget SDGs agar diraih baik oleh negara maju atau berkembang. Menyaksikan dari data yang keluar tahun 2021 tempo hari, beberapa indikator pembangunan dan perubahan sebagai wujud perealisasian SDGs dari beragam penjuru dunia memperlihatkan hasil yang bermacam. Ini masih terhitung lumrah karena tingkat perkembangan yang berbeda dari tiap-tiap negara di dunia dan ada dampak wabah. Disamping itu sasaran yang ditetapkan PBB dalam realisasi SDGs secara global sendiri berjalan sampai 2030 – termasuk masih tetap ada cukup beberapa waktu.

Ini berlainan dengan trend SRI global yang alami kenaikan. Lewat laporan SRI global di tahun 2020, kenaikan investasi terus-menerus dunia pada 2 (dua) tahun akhir terjadi secara berarti di mana sampai sentuh angka 15%. Peristiwa ini seolah-olah tidak pedulikan bukti jika COVID-19 sudah memberi imbas penting pada kemajuan ekonomi dunia. Perubahan SDGs di Indonesia sendiri sudah jadi perhatian pemerintahan dengan dicetuskannya Ketentuan Presiden nomor 59 tahun 2017 mengenai Penerapan Perolehan Arah Pembangunan Terus-menerus. Ke-17 koleksi arah SDGs itu sudah diintegrasikan pada rencana pembangunan nasional dan wilayah lewat sinkronisasi Gagasan Pembangunan Periode Menengah Nasional (RPJMN) masa 2020- 2024. Lewat RPJMN, pemerintahan mewujudkan perolehan SDGs nasional atau regional lewat perancangan Gagasan Tindakan Nasional (RAN) dan Gagasan Tindakan Wilayah (RAD), yang telah diterapkan semenjak tahun 2020 pada beragam daerah di Indonesia.

Tidak itu saja, peranan stakeholder yang lain memberi imbas yang cukup fundamental dalam memantau dan menekan pemerintahan buat mewujudkan perubahan nasional-regional bernafaskan beberapa prinsip SDGs. Secara sinergis, beberapa penopang peraturan yang terbagi dalam pemerintahan dan parlemen; cendekiawan dan akademiki; filantropi dan enterpreneur; dan organisasi dan media mainstream ini berpartisipasi dalam merealisasikan Indonesia yang mewujudkan SDGs. Sebagai contoh pada bidang cendekiawan dan akademiki, sudah banyak dibangunnya SDGs Center di beberapa perguruan tinggi baik negeri atau swasta, sebagai usaha peningkatan, riset, dan pengedukasian. SDGs Center ini bukan hanya terbuka untuk civitas academica -nya saja tapi dapat dijangkau oleh warga pada umumnya.