Haji sebagai Sarana Membuat Tolerir

patromaks – Toleransi bukanlah hal baru dalam Islam. Terlepas dari bermacam sikap dan tindakan intoleran dan kekerasan yang dipertontonkan oleh beberapa umat Islam, tolerir sebetulnya ialah bimbingan penting yang sejak awalannya telah diperkenalkan oleh Nabi Muhammad ke sejumlah kawan akrabnya.

Ada satu hadits yang bercerita bila sehari Nabi Muhammad ditanya sahabat, agama apa yang paling dicintai Allah? Dia menjawab, “al-hanifiyyah al-samhah”. Dalam beberapa referensi, istilah “al-hanifiyah” ke arah pada bimbingan tauhid yang digotong oleh Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim dipandang seperti Bapak Monoteisme. Islam dengan sah mendaku si dia sebagai agama tauhid sama seperti yang diberi oleh Nabi Ibrahim. Istilah “al-hanifiyah” digunakan untuk menamai agama beberapa orang Quraisy yang kuat berdasarkan pada bimbingan tauhid Nabi Ibrahim di tengah praktik penyembahan berhala oleh kelompok pagam Arab saat itu. Sebagian orang seperti kakek Nabi, Abdul Mutholib, Waraqah bin Naufal, Ubaidillah bin Jahsy, Utsman bin al-Huwairits, dan Zaid bin Amr bin Nufail disebut merangkul “agama” hanafiyah, yaitu sebuah bimbingan tauhid yang diwarisi dari Nabi Ismail dan Ibrahim. Sementara, istilah “al-samhah” biasa diterjemahkan sebagai maafkan. Dalam Mu’ajam al-Ma’ani al-Jami’ ditegaskan bila sebuah hukum disebutkan sebagai hukum yang samhah bila di dalamnya mempunyai kandungan kemudahan dan keluasaan. Dalam arti bila “al-samhah” ke arah pada satu cara pandang dan sikap yang tidak sempit, keras, radikal, dan hitam-putih.

Istilah “al-samhah” disimpulkan maafkan karena hadits ini terkait dengan hadits lainnya menjelaskan bila Nabi Muhammad tidak pernah tentukan satu di antara dua kasus kecuai dia tentukan yang paling memudahkan, asal tidak ada dosa di dalamnya. Di hadits yang lain ditegaskan bila Nabi Muhammad bersabda, Allah telah mensyariatkan agama Islam, seterusnya Allah untuk jadi agama yang mudah, maafkan, luas, dan tidak membuat jadi agama yang sempit. Tolerir adalah kemampuan atau kesediaan seorang untuk menerima penilaian atau perilaku orang lainnya tidak disayangi atau ditendangatinya. Kemampuan ini sudah tentu menuntut seorang untuk berpandangan luas. Tidak mungkin untuk orang yang cara penglihatanya sempit, betul-betul konservatif, di mana realitas sepenuhnya dilihat dari kacamata putih hitam, akan memiliki sikap maafkan. Tolerir mewajibkan sebuah pandangan yang luas dan terima realitas keragamaan. Sikap maafkan dalam agama menjadi penting diulas terutamanya dekati haji yang akan jatuh pada 9 Juli 2022. Minimum, ada beberapa argument mengapa tolerir dalam beragama penting diulas dalam rangka implementasi melaksanakan ibadah haji tahun ini.

Haji sebagai Sarana Membuat Tolerir

Pertama, haji adalah sebuah ritual massal, di mana juta-an kelompok Muslim dari bermacam penjuru dunia tergabung ketika dan lokasi yang sama. Berkumpulnya juta-an umat Islam ini membuat mereka harus harus sama mengenali berbagai praktik keagamaan. Mereka akan merasakan berbagai cara melakukan beribadah yang kemungkinan menurut mazhab yang dipercayanya salah. Dengan pengalaman ini, setiap umat Islam dipaksa oleh keadaan untuk melihat dan diamkan seorang melakukan beribadah sama sesuai keyakinannya, sekalipun dia tidak menendangatinya. Nilai khususnya dalah bila kita bisa jadi tidak menyetujui cara beragama seorang atau satu barisan orang, tapi pada akhirnya kita harus menerimya jadi segi dari keanekaragaman cara-cara beragama. Kedua , berkumpulnya juta-an orang itu pada akhirnya menyadarkan keterbatasan sebuah pertimbangan. Aturan-aturan hukum dalam sebuah mazhab tidak bisa sepenuhnya diterapkan dengan bagus. Kondisi ini membuat orang harus harus terima kebenaran mazhab lain karena hanya melalui berikut status orisinalitas ibadahnya bisa dicapai.
Contoh yang sering digunakan adalah berkenaan persentuhan kulit antara lelaki dan wanita.

Jika seorang bermazhab Syafii yang yakin bila persentuhan kulit antara lelaki dan wanita gagalkan wudhu, karenanya peluang dia tidak dapat thawaf karena memungkinkannya dapat terjadi peristiwa itu. Jika seorang yakin bila seorang harus suci dari hadats saat thawaf, peluang orang itu akan kesulitan lakukan thawaf saat tiba-tiba dia kentut, karena dia harus keluar Masjidil Haram untuk mengambil air wudhu di luar. Pikir, demikian beratnya beragama jika pada keadaan ini seorang tidak memiliki sikap maafkan. Haji tentu jadi kewajiban yang paling memberatkan. Walaupun sebetulnya, Allah sejak awalannya tidak inginkan kewajiban haji ini memberatkan umat Islam sampai pembebanan kewajiban haji hanya pada orang yang mampu. Implementasi melaksanakan ibadah haji dapat ditangani dengan kontributor seorang buat mereka yang tidak cukup memiliki kekuatan fisik untuk lakukan rukun dan wajibnya. Ketahui demikian kelebihan sikap maafkan dalam haji ini, tidak bingung jika Nabi larangan berlaku terlalu berlebih dalam beragama justru disabdakan oleh Nabi Muhammad saat beliau lakukan melaksanakan ibadah haji. Dikisahkan, saat di Muzdalifah, beliau meminta Abdullah ibn Abbas ambil beberapa kerikil untuk melempar jumrah.

Saat terima kerikil-kerikil itu di atas tangannya, beliau bersabda, “Pada setiap lemparan kerikil ini, takutlah kalian dengan perlakuan melewati batas (berlebihanisme) dalam agama, karena sebetulnya sebagian orang sebelum kamu telah alami kehancuran karena mereka melewati batas atau berlaku terlalu berlebih dalam beragama”. Ketiga , tahun 2022 ditarget oleh Kementerian Agama sebagai Tahun Tolerir. Ini sebagai segi dari program moderasi beragama yang digelorakan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Satu diantaranya arti penting dalam moderasi beragama adalah sikap maafkan dan antikekerasan. Intoleransi dan kekerasan ialah bentuk dari sikap terlalu berlebih atau berlebih-lebihan dalam agama. Jika menggunakan teori amplification spiral yang diperkenalkan Stanley Cohen, kekerasan adalah buah dari intoleransi. Dengan perkokoh nilai-nilai tolerir beragama, diharapkan angka kekerasan bermotif agama semakin turun. Sejak awalannya sejarahnya, melaksanakan ibadah haji selalu adalah ritual massal. Melaksanakan ibadah haji tidak cuma memberi penguatan akan ketersambungan spiritual umat Islam dengan bimbingan tauhid yang di turunkan oleh Nabi Ibrahim, tapi juga memberi kesempatan segi siapa untuk merfleksikan sikap dan praktik keagamaannya. Melaksanakan ibadah haji memberi kesempatan untuk umat Islam di seluruh dunia untuk tumbuhkan sikap maafkan dalam beragama. Untuk Indonesia, di tengah kehidupan sosial-keagamaan yang paling mudah ditemukan khutbah ebencian bahkan bermacam tindakan kekerasan, peristiwa haji ini semoga bisa perkokoh tolerir dan membuat perdamaian antarsesama anak negeri.