Kenapa Cina Anggap Barat Harus Dituding Atas Perang Rusia di Ukraina?

Patromaks.com – Beijing menjelaskan mentalitas Perang Dingin dari AS dan NATO mengakibatkan perang di Ukraina. Saat perselisihan bersambung, memahami itu mempunyai potensi perkuat kompetisi ideologis yang berkembang di antara kemampuan dunia. Semenjak awalnya perang di Ukraina, jelas sudah jika Cina tidak menyumpah agresi Rusia. Pada 25 Februari, Beijing abstain dari pengambilan suara pada perancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyumpah gempuran itu.

Cina abstain dari hujatan pada perang oleh 141 negara di Majelis Umum PBB. Minggu kemarin, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi menjelaskan pertemanan Cina dengan Rusia padat seperti batu karang dan mempunyai “jalinan bilateral terpenting” di dunia yang berperan pada perdamaian, kestabilan, dan pembangunan. Wang mempersalahkan mentalitas Perang Dingin sebagai argumen sebetulnya untuk perang di Ukraina. Jargon ini makin bertambah dipakai oleh Cina dalam tahun-tahun ini, khususnya dalam kritiknya pada Amerika Serikat.

Kita harus menangani mentalitas Perang Dingin dan kebalikannya konsentrasi pada koeksistensi damai dan taktik sama menang, kata Presiden Cina Xi Jinping ke Komunitas Ekonomi Dunia di Jenewa pada Januari kemarin.
Kenapa Cina Anggap Barat Harus Dituding Atas Perang Rusia di Ukraina?
Salah satu hal yang lebih beresiko ialah memburu hegemoni dan penganiayaan pada orang yang lain melawan jalannya riwayat, kata Xi. Walau ia tidak mengatakan nama Amerika Serikat, terang jika pesan ini diperuntukkan ke Washington. Timur versus Barat Sama seperti yang telah dijumpai, Perang Dingin berjalan dari tahun 1947 sampai 1989 dan meliputi dua tim: yang disebutkan kemampuan Barat dipegang oleh AS dan block Timur yang dipegang oleh Uni Soviet, yang memihak pada kapitalisme dan komunisme.

Perang Dingin usai dengan disintegrasi block Timur dan Uni Soviet. Cina, yang berdiri disebelah negara saudara Sovietnya sesudah Perang Dunia II, berbeda dengan Moskow di tahun 1960. Pimpinan Cina, Mao Zedong dan pimpinan Uni Soviet, Nikita Khrushchev mempunyai interpretasi yang lain mengenai jalinan dengan Barat. Uni Soviet di bawah Khrushchev ingin jalankan peraturan hidup bersebelahan secara damai, sementara Mao ingin ambil jalan yang lebih agresif ke arah revolusi global yang dipegang Komunis.

Ini hari, saat Cina bicara mengenai mentalitas Perang Dingin tidak ada perbincangan mengenai dua tim yang terpolarisasi. Dalam penglihatan kepimpinan Cina, Amerika Serikat dan NATO belum menangani sudut pandang Perang Dingin. Dalam kerangka ini, Rusia secara tetap terancam oleh NATO. Demikian juga, Cina menjelaskan terancam oleh taktik Indo-Pasifik AS dan Uni Eropa, misalnya kesepakatan keamanan trilateral yang mengikutsertakan AS, Inggris, dan Australia (AUKUS) di mana AS dan Inggris akan menolong Australia mendapat nuklir atau bahkan juga dengan diskusi keamanan seperti Diskusi Keamanan Segiempat (QUAD), di mana AS, Jepang, India, dan Australia berperan serta.

Perang Dingin 2.0 Pernyataan Perang Dingin 2.0 dipakai untuk mengarah pada bertambahnya kemelut di antara Washington dan Beijing, tapi juga di antara Uni Eropa dan Cina. Pada Maret 2019, Komisi Uni Eropa dengan cara resmi mengatakan Cina sebagai tandingan mekanismeik. Dari sudut pandang Cina, terminologi ini mentransfer pertimbangan kedaluwarsa dari era ke-20 ke era ke-21.

Beijing condong menyaksikan Washington, partner internasionalnya, dan NATO secara sepihak cari konfrontasi dengan Cina dan dengan Rusia. Periset politik Michal Lubina dari Kampus Jagiellonian di Krakow, yang sudah mempelajari jalinan Rusia-Cina sepanjang tahun, menjelaskan ke DW jika dunia sedang bergerak ke arah Perang Dingin baru, dengan Cina sebagai lawan khusus Barat.

Sudah pasti, taktik Indo-Pasifik ialah seperti penahanan baru Cina, ucapnya, sambil menambah jika Beijing tidak seutuhnya keliru dalam berpikiran jika Barat sedang atur taktik untuk menantang kemampuan Cina.

Mentalitas Perang Dingin

Cina dan Rusia Lubina mengutamakan jika baik Cina atau Rusia bukan pemurah hati tanpa maksud tertentu yang dihindari untuk berperan pada perdamaian, kestabilan, dan pembangunan dunia, sama seperti yang disebutkan Wang Yi.

Apa saja yang disebutkan Beijing, bukan mentalitas Perang Dingin atau sudut pandang kuno era ke-20 yang memacu perang invasi di Ukraina, tetapi keputusan pemerintahan Rusia.

Tidak ada teror apa saja dari Ukraina, kata Lubina. Riset menjelaskan perbincangan Cina mengenai mentalitas Perang Dingin dan justifikasi Rusia jika perbuatannya ditujukan untuk menjaga diri dari NATO ialah munafik.

Rusia dan Cina sama berpikiran dan melakukan tindakan dalam kelompok Perang Dingin. Mereka yakin jika beberapa negara kecil dan menengah tidak mempunyai jadwal, kata Lubina.

Saya bahkan juga akan menjelaskan jika, bila Rusia memandang serius Ukraina, tidak ada perang. Karenanya demikian mereka akan memandang serius tentara Ukraina, sambungnya.

Bukti jika Taiwan mempunyai idenya sendiri mengenai periode depannya tidak bisa diterima oleh Cina, yang memandang Taiwan sebagai sisi dari negaranya.

Sikap Cina sudah menegaskan jika kepimpinan di Beijing menyaksikan dunia dalam cakupan dampak di mana beberapa negara besar sendiri yang putuskan bagaimana dunia ditata. Di awal 2010, Menteri Luar Negeri Cina Yang Jiechi menjelaskan ke beberapa negara Asia Tenggara: Cina ialah negara besar.

Beberapa negara lain kecil. Demikianlah kenyataannya. Yang menunjukkan jika beberapa negara Asia Tenggara harus runduk pada claim kepimpinan Cina, seutuhnya dalam adat Perang Dingin.