Ketentuan PSE Kominfo Dapat Bungkam Gestur dan Penilaian Khalayak

patromaks – Peraturan Pelaksana Mekanisme Electronic (PSE) Cakupan Private Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang memberikan ancaman penutupan basis digital seperti Google, Facebook, WhatsApp, dkk, memetik kritik dari warga. Seperti diberitakan awalnya, Kominfo memberi batasan waktu untuk basis digital untuk mendaftarkan sebagai PSE sampai tanggal 20 Juli.

Jika sampai tanggal itu basis digital belum mendaftarkan, maka dipandang ilegal dan terancam dikunci di Indonesia. Kritik pada peraturan itu dikatakan melalui sebuah tuntutan tolak PSE Kominfo yang dibikin organisasi pembela hak digital SAFEnet. Ditebar ke sosial media semenjak 17 Juli 2022, tuntutan tolak PSE Kominfo sekarang sudah mendapatkan support lebih dari 4.700 orang. Dalam poster undangan untuk mendantangani tuntutan tolak PSE, minimal ada maklumat bersama yang berisi mengenai persetujuan jika perlakuan penutupan akses service PSE akan merepotkan, karena beberapa warga tergantung pada platfrom digital besar, seperti Google dan WhatsApp. Selainnya merepotkan warga, peraturan PSE Kominfo dipandang oleh SAFEnet mempunyai potensi membekap gestur dan penilaian khalayak.

Karena, ada banyak pasal yang dipandang “karet” atau memiliki masalah dalam Ketentuan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 (Permenkominfo 5/2020) sebagai referensi peraturan PSE Cakupan Private. Menurut Nenden Sekar Arum, Kepala Seksi Kebebasan Berekspresif SAFEnet, penampikan peraturan PSE tidak cuma sekedar masalah imbas penutupan akses service untuk PSE Cakupan Private, karena tidak lakukan registrasi di Kominfo. Isi pada peraturan yang ada dalam Permenkominfo 5/2020, disebutkan Nenden, jadi permasalahan tertentu yang bisa disalahpergunakan dan bikin rugi warga. “Saat PSE mendaftarkan mereka harus mematuhi peraturan yang diatur dalam ketentuan itu, yang rupanya jika kita saksikan sangat banyak pasal “karet” yang memungkinkannya disalahpergunakan dan bisa berpengaruh pada pemakai”, kata Nenden

Ketentuan PSE Kominfo Dapat Bungkam Gestur dan Penilaian Khalayak

Selanjutnya, Nenden menerangkan imbas dari implementasi peraturan dalam peraturan PSE Kominfo satu diantaranya dapat membekap gestur dan penilaian khalayak. “Dapat sekali itu (peraturan dalam peraturan PSE Kominfo) disalahpergunakan untuk membekap gestur, penilaian, beberapa konten krisis misalkan bisa saja dipandang menggelisahkan warga dan mengusik keteraturan umum,” ikat Nenden. Adapun peraturan yang dipandang Nenden dapat mempunyai potensi membekap gestur dan penilaian khalayak itu tercantum dalam Pasal 9 ayat 3 dan 4 dalam Permenkominfo 5/2020. Harus dipahami, dalam dua ayat pada pasal itu, ada kewajiban supaya PSE Cakupan Private tidak berisi content info yang “menggelisahkan warga” dan “mengusik keteraturan umum”.

Selanjutnya, ada juga pada Pasal 9 ayat 6 dalam Permenkominfo 5/2020, jika PSE Cakupan Private tidak mematuhi kewajiban dalam soal penebaran content itu, akan berpengaruh pada penutupan akses. Dalam pada itu, SAFEnet memandang pasal yang memiliki kandungan frasa “menggelisahkan warga” dan “mengusik keteraturan umum” mempunyai interpretasi yang tidak terang, hingga dapat bikin rugi warga. “Penjabaran “menggelisahkan warga” dan “mengusik keteraturan umum” benar-benar luas hingga bisa memunculkan interpretasi double yang bisa dipakai oleh aparat keamanan negara untuk mematikan kritikan yang dikatakan secara damai yang diperuntukkan pada faksi berkuasa,” catat SAFEnet dalam tayangan jurnalis, pada Jum’at

Sorotan pada peraturan PSE Kominfo yang mempunyai potensi membekap gestur dan penilaian khalayak ini dikirimkan oleh Tegar Aprianto, konselor dan periset keamanan cyber. Melalui sebuah thread (utas) yang diupload account Twitter dengan handle @secgron, Tegar memandang jika frasa “menggelisahkan warga” dan “mengusik keteraturan umum” untuk atur PSE Cakupan Private yang dimuat dalam Permenkominfo 5/2020, menjadi permasalahan. “Nanti dapat dipakai untuk ‘mematikan’ kritikan meskipun dikatakan dengan damai. Dasarnya apa? Mereka tinggal jawab ‘mengganggu keteraturan umum’,” kata Tegar.

ResponĀ  Kominfo

Berkenaan tuntutan tolak PSE itu, Direktur Jenderal Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan menjelaskan boleh-boleh saja ada kritikan dari warga mengenai peraturan PSE Kominfo. “Bisa saja tuch, (kan) demokrasi. Tetapi prosesnya panjang ini (pendefinisiannya),” kata pria yang dekat dipanggil Semmy itu dalam pertemuan jurnalis Semmy menerangkan, Permenkominfo Nomor 5/2020 sebagai turunan dari undang-undang Info dan Electronic (ITE) yang sempat polemis. Tetapi, menurut Semmy, di lain sisi ketentuan PSE Kominfo dibikin membuat perlindungan warga. “Tidak apapun, kita benar-benar menghargai hak warga. Tetapi kita harus juga berpikiran ini ada 210 juta warga Indonesia yang penting diproteksi,” ujarnya.