Lagu religius islami tidak pernah mati

patromaks.com – Untuk Oky Anggraeny, 27 tahun, lagu religius islami tidak masuk di telinganya. Pegawai perusahaan swasta di Jakarta itu lebih menyenangi musik rock, punk, dan folk. Dia melihat, lagu religius terlampau monoton suaranya. Tetapi, dia mengaku pernah sekali beli album religius yang dikeluarkan Ungu bertema SurgaMu pada 2006.

“Karena saya sukai Ungu saja, cocok sekali bulan puasa saya membeli itu,” katanya saat dikontak Alinea.id, Kamis (7/4).

Menurut Oky, lagu religius lebih dekat sama angkatan baby boomers—orang-orang kelahiran 1946-1964 menurut Kelarford Research—karena berkesan kuno. Misalkan, tipe musik religius seperti kasidah, katanya, masih menggunakan instrument usang rebana. Disamping itu, mayoritas pengepakan lagu rohani Islam kental dengan nuansa Arab.

“Di angkatan saya itu sepertinya tidak masuk dech,” katanya.

Darwin Firdaus, 57 tahun, berlainan hasrat musik dengan Oky. Pensiunan guru sekolah dasar itu, tiap Ramadan sering putar lagu religius islami. Beberapa lagu yang dinyanyikan Haddad Alwi dan Sulis yang populer pada 1990-an masuk daftar putar yang kerap dia dengar.

“Barangkali nuansa Ramadan jika dengar lagu religius,” tutur Darwin saat terlibat perbincangan di Condet, Jakarta Timur, Selasa (12/4).

Umumnya, dia putar lagu religius tiap menanti waktu buka puasa dan setelah sholat Tarawih. Selainnya Haddad Awli dan Sulis, Darwin juga dengarkan lagu punya Bimbo, Snada, Debu, sampai Nissa Sabyan.

“Memang sukai sejak dahulu sich (semenjak remaja) . Maka, sampai saat ini masih sukai dengarkan,” sebut pria yang menyukai dangdut itu.

Kesempatan terbuka

Lepas apa saja hasrat pencinta musik Oky dan Darwin, pada realitanya—terutama pada bulan Ramadan—lagu religius islami sering menghias kancah industri musik tanah air. Pemerhati musik Denny Sakrie dalam buku 100 Tahun Musik Indonesia (2015) menulis, peristiwa perusahaan rekaman keluarkan album religius islami berkembang semenjak 1970-an.

“Waktu itu, aktris (vokalis) atau barisan musik pop lakukan inovasi melaunching album kasidah kekinian,” catat Denny.

Dia menyebutkan beberapa group musik populer di periode itu, seperti Koes Plus dan band rock AKA yang digawangi Ucok Harahap, keluarkan album kasidah kekinian. Denny menulis, di bawah cap Remaco, Koes Plus melaunching album kasidah dengan deretan lagu, salah satunya “Nabi Paling akhir”, “Ya Allah”, “Sejahtera dan Berbahagia”, dan “Jaman Wis Akhir”.

Group musik Bimbo—terdiri dari Sam, Acil, Jaka, ditambahkan Iin Parlina—tak ketinggal keluarkan beberapa lagu religius islami, seperti “Kangen Kami Pada-Mu”, “Kasidah Matahari dan Rembulan”, “Dikaulah Tuhan Paling indah”, sampai “Anak Menanyakan pada Bapaknya”.

Medio 1970-an ada group kasidah kekinian Nasida Riang, yang mempopulerkan lagu “Perdamaian”. Menurut Denny, Bimbo paling mencolok. Hingga, mereka mendapatkan predikat sebagai barisan musik spiritual.

“Bimbo banyak adopsi musik flamenco (atraksi musik dan tari datang dari Spanyol) dalam racikan musik kasidahnya,” catat Denny.

“Bahkan juga, Bimbo sudah coba melepas diri dari pakem kasidah yang memakai bahasa Arab.”

Opick keluarkan album pop religius Istighfar pada 2005

Produser lagu religius islami dan pengarang lagu Agus Idwar Jumhadi menjelaskan, di awal 2000-an ketertarikan tinggi pencinta musik religius islami meletus ketika Aunur Rofiq Lil Firdaus alias Opick keluarkan album pop religius Istighfar pada 2005.

Lagu religius islami tidak pernah mati

Beberapa lagu dalam album ini jadi hit, seperti “Tombo Ati”, “Alhamdulillah”, dan “Astaghfirullah”. Album itu terjual minimal 200.000 kopi. Agus menjelaskan, keberhasilan Opick menggerakkan cap rekaman besar mengambil group musik pop dan rock ikut melaunching album religius.

Seumpama, di bawah cap Trinity Optima Production, Ungu keluarkan album SurgaMu pada 2006. Dari album ini, lagu “Seandainya Ku Tahu” dan “Selamat Lebaran” jadi hit.

Selanjutnya, band pop melayu Wali di bawah cap Nagaswara melaunching album Ingat Sholawat pada 2009. Dua lagu yang hit dalam album ini, yakni “Silahkan Sholawat” dan “Tobat Maksiat”.

Selain itu, ada group pop-rock Gigi, yang di bawah Sony Music melaunching album Capailah Kemenangan saat Ramadan tahun 2004—sebelum Opick keluarkan album Istighfar. Dalam album ini diikutkan beberapa lagu religius usang, seperti “Tuhan” punya Bimbo dan “Saat Tangan dan Kaki Berbicara” yang ditenarkan Chrisye.

“Semenjak lagu (religius) ini dibikin anak-anak band, automatis bukan hanya didengar di bulan puasa. (Lagu itu) misalkan (diputar) film sinetron di luar bulan puasa,” kata Agus, Sabtu (9/4).

“Kita menyaksikan jika kesempatan lagu religius dari segi komersial benar-benar terbuka.”

Agus sendiri pernah memproduseri tiga aktris religius populer, seperti mendiang Ustaz Jefri Al Bukhori (Uje), Opick, dan group Debu. Dengan kehadiran pasar yang luas, Agus percaya musik religius islami tidak akan mati.

Kesempatan Munculkan nama group Sabyan, Alfina Nindiyani, dan Anisa Rahman

Apa lagi, sekarang perubahan tehnologi digital, seperti YouTube, TikTok, dan Instagram turut mempermudah musikus religius islami muda mengeluarkan kreasinya. Kesempatan yang lebar terbuka itu munculkan nama group Sabyan, Alfina Nindiyani, dan Anisa Rahman.

“Dengan perubahan basis, (musik religius) lebih meriah sich. Pemainnya tidak itu melulu,” katanya.

Belum juga sebagian besar warga Indonesia beragama Islam, yang menurut Agus, jadikan negara ini pasar empuk untuk musikus religius islami. “Jangankan (musikus) kita, musikus Malaysia saja ingin mempopulerkan lagunya di Indonesia karena tahu pasar di Indonesia itu besar,” kata Agus.

Band independen—atau terkenal disebutkan indie—juga melirik kesempatan besar musik religius islami. Satu diantaranya Nyaris Band, yang Ramadan tahun kemarin melaunching singgel “Bakda Ashar” di bawah MSI Record.

Namun, kemudian group musik yang dibangun pada 2019 dan beranggotakan enam personil ini tidak pernah kembali keluarkan lagu religius. Menurut gitaris Nyaris Band, Agung Satriawan, keputusan itu diambil karena kekuatan pasar lagu religius cuma ada di peristiwa tertentu.

“Minat (pendengar) itu tergiring dengan peristiwa Ramadan jika agama Islam atau Natal jika agama Nasrani,” sebut Agung, Sabtu (9/4).

Karena bergantung peristiwa tertentu, Agung berasa, minat pendengar pada musik religius benar-benar terbatas. Dampaknya, keuntungan yang dibuat dari lagu religius, dianggap Agung rendah.

“Nyaris Band berasa, musik yang sesuai selera pasar jatuh pada tipe pop atau easy listening,” tutur Agung.

“Sebetulnya jika lepas kontrak dari cap, banyak bahan untuk buat lagu religius. Hanya saat kita ajukan beberapa lagu, cap yang pilih.”

Lirik dan minat pasar

Pengamat musik, Redy Eko Prastyo menjelaskan, perubahan lagu religius benar-benar cepat pada 2000-an. “Ada band-band terkenal (keluarkan album religius), seperti Gigi, Ungu, dan Wali,” papar Redy, Sabtu (9/4).

Menurut Redy, jumlahnya band terkenal keluarkan lagu religius bukan semata-mata menyuap cuan. Tetapi, sebagai “pengimbang” kreasi.

“Jadi pokoknya bukan ikut-kutan jika musik religius ini meledak. Itu sisi dari faktor pengkaryaan,” tutur Redy.

Walau demikian, Redy menyaksikan, kualitas lagu religius sekarang ini berbeda jauh dengan musikus lalu. Dari sisi lirik misalkan, menurutnya, musikus saat ini cuma menyadur bagian dari ayat kitab suci.

“Jaman Bimbo dan Snada, jika disaksikan (lirik) musik religius itu benar-benar kuat,” katanya.

Saat menulis lirik, seringkali musikus religius masa lampau mengikutsertakan penyair dan ulama. Bimbo misalkan, disebutkan Denny Sakrie dalam bukunya, sering ditolong penyair Taufik Ismail, politisi muslim Endang Sjaifuddin Anshari, dan ulama seperti KH Miftah Faridl dan KH Engkin Zaenal Muttaqien.

Redy menjelaskan, kemampuan musik religius berada pada liriknya. Dengan lirik yang kuat, Redy yakin lagu religius dapat mengetok hati pendengarnya dalam mencerminkan diri mengenai hubungan dengan Tuhan.

Dia merekomendasikan, musikus religius bisa menyajikan kreasi untuk pendengar memakai lirik yang universal, tapi menunjukkan pesan yang dalam.

“Dengan demikian, lingkup pendengar musik religius dapat besar,” katanya.

Kreasi Produksi Religius Islami Terbaik Mulai Diselenggarakan Pada 2016

Dalam pada itu pemerhati dan pengarsip musik, David Tarigan memandang, minat pasar ikut mempengaruhi musikus sebagai pemikiran menghasilkan lagu religius. Musik seperti itu, katanya, lebih pas di-launching saat menjelang hari keagamaan, seperti Ramadan, Idulfitri, dan Natal. Meskipun begitu, dia menyaksikan, cukup banyak juga musikus yang berdedikasi keluarkan kreasi religius, di luar momen hari besar keagamaan.

“Memang (lagu religius) itu ada season-nya, tidak dapat sangkal, itu pakem berjualan,” tutur David saat dikontak, Jumat (8/4).

Walau cuma dicicipi secara luas pada peristiwa tertentu, salah seorang pendiri Askara Records dan Irama Nusantara itu berasa, penikmatnya termasuk besar. Oleh karena itu, David menjelaskan, perayaan lagu religius selalu dilaksanakan, walau kekuatan kreasi hanya dapat dicicipi secara luas di peristiwa tertentu.

Sebagai contoh, lanjutnya, ada acara penghargaan untuk musikus saluran gospel di luar negeri. Di Indonesia, penghargaan Karunia Musik Indonesia (AMI) untuk kreasi produksi lagu berlirik religius islami terbaik mulai diselenggarakan pada 2016. Becermin pada hal tersebut, David berasa geliat industri musik religius dapat berkembang.

“Memang pada pokoknya, ada usaha di sana, tidak kemungkinan tidak,” ucapnya.

“Iya lah, pengikut agama apa saja itu jadi pasarnya . Maka, memang beberapa hal semacam itu tidak pernah mati sebenarnya.”

Akan tetapi, menurut David, ketergantungan usaha pada lagu religius itu tidak bisa disimpulkan mempengaruhi kualitas satu kreasi. Karena, ucapnya, memandang dan nikmati satu kreasi seni sebagai hal yang subyektif.

“Maka jika ada industrinya, tidak berarti kreasi itu buruk , tidak berarti kreasi yang keluar kacangan semua,” tutur David.

“Subyektif sich (memandang seni), bisa jadi dipandang kacangan tapi ia punyai insight yang besar ke pendengar. Kita kan tidak tahu.”