Mardani Maming Dihindari ke Luar Negeri oleh KPK, Imigrasi: Telah Terdakwa

Patromaks.com – Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Bendum PBNU) Mardani H Maming dihindari ke luar negeri oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Penangkalan keluar negeri oleh Imigrasi pada Mardani Maming ini dilaksanakan atas keinginan Komisi Pembasmian Korupsi (KPK). Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi Achmad Nur Saleh benarkan penangkalan Maming ke luar negeri. Ia menyebutkan, Maming dihindari semenjak 16 Juni 2022 sampai 6 bulan di depan.

Benar. Berlaku semenjak 16 Juni 2022 sampai 16 Desember 2022, tutur ia dalam penjelasannya, Senin (20/6/2022). Ia menyebutkan, Maming dihindari karena telah diputuskan sebagai terdakwa oleh KPK. (Dicegah sebagai) terdakwa, katanya.

Mardani Maming dijumpai sempat dicheck oleh KPK pada, 2 Juni 2022. Tidak cuma Mardani, KPK sempat juga minta info dari adik Mardani, yaitu Rois Sunandar pada 9 Juni 2022.

Mardani diperhitungkan turut serta dalam kasus suap ijin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Sebelumnya telah dikabarkan, tersangka kasus sangkaan suap ijin usaha pertambangan (IUP) yang bekas Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo membacakan pleidoi atau nota pembelaan, dalam sidang kelanjutan yang diadakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (13/6/2022).

Dalam pleidoi yang dibacakan, Dwidjono akui banyak mendapatkan perintah sebagai Kadis Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu oleh Mardani H Maming yang saat itu memegang sebagai Bupati Tanah Bumbu. Dwidjono berasa perintah itu ibarat desakan.

Mardani Maming Dihindari ke Luar Negeri oleh KPK, Imigrasi: Telah Terdakwa

Namanya Disebutkan di Pleidoi Tersangka Suap IUP

Lewat salah satunya point pledoinya, Dwidjono menyebutkan, perintah diterimanya dari Maming bukan mengarah pada Undang-undang. Beberapa referensi yang telah saya mengeluarkan, dan menurut penelitian sudah tercukupi persyaratan administrasi (tetapi) tidak dilakukan tindakan oleh bupati dengan keluarkan surat referensi (SK), tapi didiamkan dan tak pernah dikeluarkan SK. Kebalikannya, ada banyak yang tidak penuhi persyaratan malah cepat dikeluarkan, ungkapkan Dwidjono di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (13/6/2022).

Disamping itu, pleidoi Dwidjono menyebutkan pria yang sekarang memegang sebagai Bendaraha Umum (Bendum) PBNU itu terima uang sejumlah Rp 51,3 miliar. Menurut Dwidjono, uang itu dari PT Borneo Berdikari Sempurna Energy (PT BMPE) punya Mardani. Saluran dana itu dilaksanakan ke beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan keluarga Mardani.

Lewat PT. Toudano Berdikari Kekal (TMA) sejumlah Rp 25.000 /MT (metric ton) batu bara, PT Bina Indo Raya (BIR) sejumlah Rp 75.000 /MT batu bara, PT Rizki Batulicin Transport (RBT) sejumlah Rp 25.000 /MT batu bara, dan ke PT Duet Kota Laut (Dakola) sejumlah Rp 50.000 /MT batu bara, detil Dwidjono.

Jadi keseluruhan keseluruhnya perusahaan ini mendapatkan sejumlah Rp 171 ribu/MT dari keseluruhan produksi PT Borneo Berdikari Sempurna Energy (BMPE) lebih dari 400.000 MT dan yang masuk ke perusahaan itu sekitaran 300.000 MT dari keseluruhan produksi PT BMPE lebih dari 400.000 MT . Maka keseluruhan uang yang sudah diterima lebih kurang Rp 51,3 miliar, papar Dwidjono.

Dwidjono Dituntut 5 Tahun Bui

Sebagai info, Dwidjono telah dituntut lima tahun penjara dan denda Rp 1,3 miliar oleh beskal penuntut umum (JPU) pada sidang minggu tempo hari. Selainnya tuntutan bui, JPU menuntut ia pidana denda sejumlah Rp 1,3 miliar, dengan ketetapan jika tidak dibayarkan karena itu ditukar hukuman kurungan sepanjang setahun.

Kasus ini dibedah oleh Kejaksaan Agung. Nama Dwidjono diputuskan sebagai aktor dan digeret ke meja jijau sebagai tersangka. Bekas Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu ini diperhitungkan terima suap atau gratifikasi sejumlah Rp 27,6 miliar dari Henri Soetio sebagai Direktur Khusus PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).

Kejaksaan memandang Ijin usaha pertambangan (IUP) melanggar ketentuan karena menubruk Pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Minerba. Karena, perubahan IUP tambang sebenarnya tidak diperbolehkan.

Tetapi bukti di atas lapangan menunjukkan hal kebalikannya, IUP Operasi Produksi PT Bangun Kreasi Pratama Lestari (BKPL) bisa berpindah ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) lewat Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 yang ditandatangani oleh Bendum PBNU Mardani H. Maming yang waktu itu tengah memegang sebagai bupati Tanah Bumbu.

Keterkaitan Mardani Maming

Mardani diperhitungkan turut turut serta dalam kasus ini. Hal tersebut tersingkap dari pengakuan adik dari Henri Soetijo yang namanya Christian Soetio saat didatangkan sebagai saksi dalam persidangan berkaitan. Ia menyebutkan ada dana Rp 89 miliar mengucur ke kantong Mardani.

Christian akui tahu ada saluran dana itu karena pernah membaca pesan WhatsApp (WA) dari si kakak, Henry Soetio. Sayang Henry sekarang ini tidak dapat diverifikasi langsung karena telah wafat.

Christian mengatakan, uang Rp 89 miliar masuk ke Mardani lewat PT Permata Kekal Raya (PAR) dan PT Trans Surya Gagah (TSP). Karena, Mardani ialah pemilik saham dari PT PAR dan PT TSP yang bekerja bersama dengan PT PCN dalam mengurus dermaga batu bara dengan PT Angsana Terminal Khusus (ATU).

Mardani sendiri dalam kasus ini juga didatangkan dari muka sidang sebagai saksi sebagai bekas Bupati Tanah Bumbu, menentang pengakuan Christian mengenai saluran dana. Ia pastikan, tidak ada saluran dana yang masuk ke kantongnya seperti tuduhan Christian.

Tetapi pada kesaksiannya, Mardani benarkan sudah menandatangani Ijin Usaha Pertambangan (IUP) untuk project berkaitan dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu yang dengan nomor 296 Tahun 2011. Menurutnya, SK itu diedarkan karena telah ada referensi sebagai dasar penerbitan SK.

Saya tidak memberi tanda-tangan andaikan tahu ijin itu berlawanan dengan hukum, tegas Mardani dalam penjelasannya, Senin 25 April 2022.

Mardani menerangkan, saat sebelum tanda-tangani SK itu, telah ada paraf dari kepala dinas berkaitan, dalam masalah ini Dwijono Putrohadi Sutopo. Hingga waktu itu Mardani yakini untuk membubuhkan pertanda tangannya.

Yang saya check ialah paraf kepala dinas. Jika sama sesuai ketentuan, karena itu saya tandatangani, kata Mardani.

Sesudah diparaf oleh kabag Hukum, selanjutnya pendamping atau sekda, karena itu saya mengatakan jika proses ini telah jalan sesuai ketentuan dan karena itu saya memberi tanda-tangan. Jika tidak sesuai ketentuan, semestinya proses itu tidaklah sampai ke meja saya, Mardani tutup.