Masalah Agunan Kesehatan Nasional dan Beberapa Masalahnya

patromaks – Agunan Kesehatan Nasional (JKN) sedang jadi pembicaraan khalayak. Ini terkait dengan Intruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 2022 mengenai Optimasi Penerapan Program Agunan Kesehatan Nasional.

Penulis menyaksikan masalah ini datang dari banyak hal yang belum dikatakan dengan detail oleh pemerintahan ke warga. Adapun masalah yang ada adalah terkait dengan pentingnya menyertakan kartu BPJS untuk lakukan beberapa masalah khalayak. Harus dipahami jika pelaksana JKN di Indonesia ini adalah Tubuh Pelaksana Agunan Sosial ( BPJS) Kesehatan.

Minimal terdaftar ada banyak hal sebagai bahan perbincangan warga yakni jika saat warga ingin membuat SIM, SKCK atau STNK, jual-beli tanah, sampai umrah harus menyertakan kartu BPJS Kesehatan. Selainnya warga menanyakan keganjilan yang terjadi, beberapa anggota DPR dan DPD RI memberi kritikan yang tajam ke pemerintahan.

Bila kita menyaksikan dengan detail Inpres itu, ada 30 kementerian atau instansi sampai petinggi wilayah yang turut serta dalam masalah ini. Bukan hanya permasalahan pertanahan atau pengurusan SIM, ada masalah khalayak yang lain yang hendak masuk ke program ini.

Di titik ini, penulis menyaksikan ada salah paham yang terjadi. Dalam ketentuan itu diterangkan jika kementerian atau instansi harus ambil beberapa langkah sama sesuai pekerjaan, peranan, dan wewenang masing-masing untuk lakukan optimasi program Agunan Kesehatan Nasional.

Dalam kasus yang terjadi sekarang ini, warga yang ingin beli atau jual tanah sampai ingin umrah sebagai warga yang mempunyai ekonomi mencukupi. Seharusnya mereka mempunyai kartu BPJS dan bayar pungutan tiap bulannya. Beberapa pihak yang diamanahkan Inpres ini harus selekasnya mensosialisasikan ini supaya berlangsungnya kesepakatan.

Masalah Agunan Kesehatan Nasional dan Beberapa Masalahnya

 

Masalah Agunan Kesehatan Nasional dan Beberapa Masalahnya

Meskipun pada realitanya telah ada keterangan dalam Inpres itu. Penulis menyaksikan inpres ini sebagai ide yang bagus untuk warga tersebut. Apa lagi seperti kita kenali jika pemilikan kartu BPJS sebagai program Agunan Kesehatan Nasional sebagai kewajiban untuk semua rakyat Indonesia.

Ini sesuai pekerjaan pemerintahan untuk pastikan jika penduduknya memperoleh program berbentuk pelindungan sampai perawatan kesehatan. Program baik tanpa publikasi yang bagus, akan melahirkan peraturan yang bikin rugi warga dan pemerintahan tersebut.

Itu yang penulis saksikan pada masalah yang terjadi sekarang ini. Nach, publikasi untuk memberi pengetahuan ke warga harus dilaksanakan awalnya Inpres ini jalan pada 1 Maret mendatang. Apa lagi dalam data Tubuh Pelaksana Agunan Sosial atau BPJS Kesehatan di tahun 2019 menulis, jumlah peserta sekarang ini capai 224,1 juta atau 83% dari keseluruhan warga Indonesia 269 juta orang.

Masih tetap ada 17% warga yang belum mempunyai kartu BPJS. Sementara Inpres ini, salah satunya maksudnya, untuk tekan warga mempunyai kartu BPJS. Ini sesuai keterangan Direktur Khusus BPJS Ali Ghufron Mukti seperti diambil dari beberapa media.

Persoalan BPJS Kesehatan Di sejumlah wilayah, terutamanya di perdesaan, warga belum mempunyai kartu BPJS karena mereka tidak ketahui cara daftar dan faedah dari kartu itu. Selanjutnya ada juga banyak hal yang belum diterangkan dengan detail ke warga berkaitan ketentuan ini. Banyak beberapa pertanyaan yang ada di pikiran warga.

Apa lagi sampai sekarang ini, servis BPJS Kesehatan belum juga optimal dirasa warga. Tekan warga supaya memiliki kartu BPJS adalah arah yang bagus, tetapi persoalan yang lain seperti jumlahnya peserta BPJS yang belum bayar pungutan bulanan jadi masalah yang perlu diperpecahkan.

Selanjutnya persoalan lain adalah berkaitan bocornya data peserta BPJS Kesehatan pada 2021 kemarin. Ini benar-benar bikin rugi peserta BPJS. Ada pula permasalahan lain yakni keadaan keuangan BPJS yang selalu minus.

Semestinya persoalan-permasalahan ini harus dituntaskan selekasnya untuk jamin kenyamanan warga untuk berperan serta dalam program JKN ini. Bagaimanakah mungkin warga ingin berperan serta dalam kepesertaan bila kenyamanan yang semestinya diberi instansi plat merah ini belum terjaga? Pasti ini perlu dipikir bersama untuk penuntasan beberapa kasus di atas.

Dari masalahnya di atas, penulis menyaksikan inpres ini sebagai jalan keluar terbaik yang diberi Presiden Joko Widodo ke BPJS. Ini sudah mempermudah BPJS Kesehatan untuk memacu keterlibatan kepesertaan sampai pembayaran pungutan anggota.

Bila ini tidak digunakan bersama oleh kementerian atau instansi yang diamanahkan, karena itu ada yang keliru dalam tata urus JKN kita. Penulis optimis ini akan sukses bila persoalan-permasalahan di atas selekasnya dituntaskan.