Mengukur Logika Permenaker Pencairan JHT 56 Tahun

patromaks – Ketentuan yang ditandatangani menteri tenaga kerja ida fauziyah itu dipandang oleh perwakilan pekerja cacat hukum dan makin jadikan pekerja di indonesia menanggung derita.

Ketentuan ini sekalian mengambil Ketentuan Pemerintahan Nomor 60 tahun 2015 mengenai Penyelenggaraan Program JHT yang ditandatangani Presiden Joko Widodo. Di ketentuan tahun 2015 itu, karyawan yang terserang PHK, memundurkan diri, atau habis periode kontraknya dapat cairkan dana JHT sesudah sah 1 bulan tidak bekerja kembali. Dengan ketentuan yang baru Permenaker no dua tahun 2022, sekarang beberapa karyawan harus menanti berumur 56 tahun lebih dulu untuk dapat tarik uang mereka sendiri yang diletakkan di program JHT yang diatur oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Di tengah-tengah keadaan ekonomi yang susah, yang diikuti dengan adanya banyak karyawan terserang PHK, Permenaker yang baru itu langsung jadi perhatian khalayak dan sudah pasti diprotes keras oleh beberapa karyawan. Tindakan turun ke jalan juga mulai terjadi. Beberapa pekerja dengan tegas menampik pemerlakukan Permenaker yang efisien akan diterapkan pada Mei 2022 itu sampai keinginan untuk lakukan judicial ulasan ke Mahkamah Agung. Mengapa hal tersebut dapat terjadi, silahkan kita perhatikan. Karyawan berasa dirugikan. Pasti. Mereka berasa diberlakukan tidak adil dengan dihilangkannya hak-haknya untuk manfaatkan tabungan sosial mereka apa lagi di tengah-tengah keadaan ekonomi yang susah.

Bukti di atas lapangan, cukup banyak karyawan di periode wabah ini terserang PHK di umur muda. Bila Permenaker efisien diterapkan, dana JHT mereka tidak dapat dicairkan selekasnya. Di lain sisi, tuntutan hidup harian saat mereka tidak bekerja tidak dapat diundur kembali. Kegelisahan hati beberapa karyawan itu dicoba diredam dengan program agunan kehilangan tugas atau JKP. Program yang akan dirilis pada 22 Februari tahun ini janjikan karyawan yang terserang PHK akan memperoleh ganti rugi sepanjang enam bulan yang diberi tiap bulan. Pada 3 bulan awal, karyawan yang di-PHK akan memperoleh 45% uang kontan dari gaji paling akhir yang didapat.

Seterusnya di tiga bulan terkahir akan memperoleh 15%, ganti rugi itu diberi dengan basis upah paling tinggi Rp5 juta. Keringanan selanjutnya di JKP yaitu akses info pasar kerja dan pengadaan data lowongan kerja. Yang paling akhir, pemerintahan akan memberi training kerja. Baik offline atau online. Bantalan sosial untuk karyawan yang ter-PHK ini cantik. Sebagai pertanyaan banyak faksi adalah. Apa realisasinya seindah di atas lapangan, Di periode susah ini. Apa cukup waktu dalam enam bulan ditanggung mereka memperoleh tugas kembali, Lantas, bagaimana dengan karyawan yang umurnya telah capai 30 sampai 40 tahun? Pasti kesempatan mereka untuk memperoleh tugas makin susah.

Akan dikemanakan mereka? Yang dapat menjawab sebetulnya adalah beberapa karyawan yang di-PHK tersebut, bukan Kemenaker. Banyak dari mereka yang menjelaskan ingin buka usaha skala kecil untuk tetap bertahan hidup. Bisa saja.usaha berdikari mereka menjadi sandaran hidup yang lebih bagus dibandingkan bila mereka masuk bekerja kembali di bidang resmi. Tetapi kembali lagi, ini perlu modal. Tetapi, modal yang sebenarnya gampang didapatkan dari dana JHT yang awalnya dapat diambil faedahnya paling lama satu bulan sesudah tidak bekerja kembali, sekarang harus dinanti sampai umur mereka 56 tahun Benar ada program sosial yang lain dijajakan pemerintahan ke karyawan yang di-PHK itu.

Mengukur Logika Permenaker Pencairan JHT 56 Tahun

 

Mengukur Logika Permenaker Pencairan JHT 56 Tahun

Seperti bantuan sosial, pendanaan UMKM, dan yang lain. Kembali lagi di atas lapangan hal tersebut masih susah diprediksikan eksekusinya. Kemenaker pasti pun tidak bisa bersihkan tangan dengan arahkan karyawan yang di-PHK ke program sosial lain. Karena filosofisnya, tiap peraturan yang dibikin Kemenaker harus tidak merepotkan karyawan atau pebisnis, Belum juga, ada beberapa ratus ribu karyawan yang sekarang ini harus kehilangan tugas karena turbulensi ekonomi karena covid-19. Cukupkah dana yang perlu disiapkan pemerintahan untuk memikul program bantalan JKP itu. Di tengah-tengah keadaan minus APBN, pasti program JKP ini akan memperberat pemerintahan dan apa program JKP telah diintegrasikan dengan baik pada mekanisme agunan sosial nasional (SJSN).

Ini harus diterangkan oleh Kemenaker. Banyak pertanyaan akan ada bila Kemenaker masih tetap memaksa pemerlakukan ketentuan yang baru itu. Ketidakjelasan nasib karyawan yang di PHK bisa jadi munculkan pergolakan dalam masyarakat, Kemenaker harusnya berpikiran lebih pintar dan arif. Bukan hanya berlindung di pergerakan pengertian. Jika program JHT khitahnya diperuntukkan atau semestinya diberi saat beberapa karyawan telah masuk periode pension dan tidak produktif kembali. Lantas, mengapa Kemenaker tidak aktifkan saja program dana pensiun yang sekarang ini masih diadakan oleh beberapa saja perusahaan atau faksi pemberi kerja. Bila ini dikerjakan dengan serius, pasti alokasinya lebih terang.

Karyawan akan memperoleh dana teratur di ketika telah masuk periode pensiun, ucapkanlah 56 tahun. Kita percaya tidak ada pembicaraan kembali . Maka, tidak boleh salahkan bila sekarang ini karyawan masih menyaksikan Permenaker no.dua tahun 2022 tidak memihak dari mereka. Sampai ada rasa berprasangka buruk, ada apakah dengan pengendalian dana JHT di bpjs ketenagakerjaan. Sebagai pengampu permasalahan ketenagakerjaan, beberapa kelompok melihat Kemenaker tidak berhasil tempatkan kebutuhan karyawan yang sebenarnya dan sebagai rekan yang menemani karyawan dalam saat-saat susah seperti sekarang ini. Satu kembali, mengapa saat berproses membuat peraturan sedikit mengikutsertakan perwakilan karyawan.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengeklaim, Permenaker nomor dua tahun 2022 dibuat atas dasar referensi dan inspirasi beragam stakeholder. Mereka menggerakkan pemerintahan memutuskan peraturan yang kembalikan program JHT sesuai perannya seperti diamanahkan oleh uu nomor 40 tahun 2004 mengenai sjsn. Menurut ida, referensi itu diantaranya berdasar rapat dengar opini kemnaker dengan Komisi IX DPR pada 28 september 2021. Raker itu didatangi oleh perwakilan lembaga dari Dewan agunan sosial nasional (DJSN), Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Direksi BPJS Ketenagakerjaan Pengurus Serikat Karyawan Semua Indonesia (SPSI), dan pengurus Federasi Serikat Pekerja Semua Indonesia (KSBSI).

Namun, keadaan di atas lapangan memperlihatkan tindakan penampikan. Dimulai dari penampikan lewat cara online berbentuk tuntutan tolak JHT di umur 56 tahun yang ditandatangani oleh nyaris 300 ribu account sampai 13 Februari. Adapun secara offline, tindakan penampikan berjalan berbentuk tindakan pekerja di sejumlah lokasi tes materi pada ketentuan itu. Di lain sisi, anggota komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menyebutkan ketentuan baru JHT tak pernah disounding dengan karyawan dan dpr. Anggota fraksi pan ini menjelaskan ketentuan itu kurang disosialisasikan hingga memacu penampikan dari karyawan. Ia yakini ada banyak khalayak, khususnya pekerja dan karyawan, yang tidak pahami JKP akan gantikan JHT.