Menjaga Utang Negara Tetap Prudent dan Produktif

patromaks – semakin membuka bukti bila APBN memiliki peran yang terpenting dalam ekonomi. Tidak cuma di Indonesia, tapi juga di semua negara. Saat ini, di tengah kondisi ekonomi global yang serbatidak tentu, APBN masih jadi salah satu instrumen terpenting untuk menjaga arah pembaruan ekonomi nasional.
APBN tidak cuma berperan dalam menstimulasi ekonomi, tapi juga usaha keras untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dengan peran APBN yang sedemikian penting, wajar bila pemerintah secara konstan menjaga APBN agar tetap sehat. Melalui bermacam reformasi pajak, pemerintah ingin terus usaha untuk tambahkan kualitas APBN, baik dari sisi pendapatan, kualitas belanja, dan peningkatan permodalan. Di tengah usaha reformasi pajak yang masih tetap dikerjakan, bermacam halangan kembali tiba.
Salah satunya adalah masih terbatasnya pendapatan negara untuk penuhi kepentingan pembangunan. Karenanya, pemerintah tentukan jalan dengan mencari permodalan yang salah satunya bersumber dari utang. Secara teoritis, utang sebagai satu perihal yang wajar dan umum dalam praktik ketentuan keuangan negara. Menurut IMF, hanya ada satu negara yang lepas dari utang, yakni Macao SAR. Bahkan, Brunei Darusalam yang selama ini dikenal sebagai satu diantaranya negara paling kaya di dunia, tercatat memiliki utang pemerintah beberapa 3,2% dari PDB.
Untuk negara dengan porsi utang terbesar pada PDB, Jepang sedang memimpin klasemen sementara, yaitu beberapa 266,2% PDB. Dalam rangka ini, utang jadi instrumen pajak yang mempunyai nilai penting untuk mengantarkan diwujudkannya kesejahteraan. Namun pilihan ketentuan utang membawa risiko risiko yang perlu dikendalikan. Sejalan dengan hal tersebut, karenanya pengaturan utang selalu harus penuhi 3 ide khusus, yaitu utang sesuai sama kepentingan, utang sesuai sama kemampuan bayar, dan utang yang diperuntukkan untuk kegiatan produktif.
Ide pertama adalah utang sesuai sama kepentingan. Pemerintah ketahui bila halangan di muka yang dijumpai untuk capai kesejahteraan masih membutuhkan usaha yang lebih ekstra (extra usaha) dan ruang pajak yang ada belum sepenuhnya memenuhi. Karenanya dibutuhkan strategi yang cocok, di mana kita temui 2 (dua) opsi apa perlu berhutang sebagai window of opportunity untuk mengincar ketinggal atau sebaliknya tidak perlu berhutang, tapi kehilangan kesempatan (opportunity loss) untuk mengincar ketinggal.
Utang sebagai pilihan ketentuan untuk mengantar rakyat Indonesia dapat hidup sejahtera, adanya infrastruktur yang bagus, servis kesehatan dan edukasi yang berkualitas dan rata. Karena itu di sini dapat disimpulkan bila utang itu sesuai sama kepentingan untuk tutup financing jarak dalam gagasan memelihara peristiwa agar terlepas dari opportunity loss untuk mewujudkan kesejahteraan. Ide kedua adalah utang sesuai sama kemampuan. Bila kita memerhatikan peralihan pengaturan pajak sebelum pandemi, pengaturan pajak betul-betul prudent dan sustainable.
Ini terefleksi dari penerimaan perpajakan rata-rata tumbuh beberapa 10,2% PDB pada 5 akhir tahun sebelum pandemi, kesetimbangan primer sudah bergerak ke positif, minus APBN beberapa 2,3% PDB, dan rasio utang terselesaikan pada tingkat 29,04% PDB. Berdasarkan peralihan terkini, outstanding utang pemerintah per Mei 2022 adalah beberapa Rp7.002,2 triliun atau 38,9% PDB, dengan skema 71% dalam rupiah dan 29% berwujud valas.
Pencapaian itu lebih rendah dari batas maksimal yang ditetapkan di fiscal rule, yaitu rasio utang beberapa 60% PDB. Bila dibandingkan beberapa negara peers, rasio utang Indonesia masih relatif rendah. Kondisi ini memberi bila utang Indonesia masih solvable dan tidak mengganggu kebersinambungan pajak.

Menjaga Utang Negara Tetap Prudent dan Produktif

Menjaga Utang Negara Tetap Prudent dan Produktif
Ide ketiga adalah utang untuk kegiatan produktif. Berdasarkan gagasan golden rule, bila utang digunakan untuk investasi, karenanya utang jadi instrumen untuk mengakselerasi pencapaian target pembangunan. Utang untuk investasi akan gerakkan produktivitas utang makin tinggi dari risikonya, ini mempunyai makna risiko utang terselesaikan dan sustainable. Ini yang masih tetap dipegang tabah oleh pemerintah.
Pada periode 2015-2021 terjadi tambahan utang beberapa Rp4.305,34 triliun, sementara itu pada periode yang sama kepentingan anggaran produktif (infrastruktur, edukasi dan kesehatan) raih Rp6.382,3 triliun. Artinya, pemberdayaan utang diperuntukkan untuk kegiatan produktif (human capital dan physical capital) makin besar dibanding tambahan utang. Ketiga ide di atas realitanya jadi salah satu kunci keberhasilan pemerintah keluar krisis pandemi.
Tentu masih lekat di ingatan bila sepanjang pandemi Covid-19 pemerintah menempuh ketentuan pajak extraordinary. Risikonya, minus melebar raih 6,14% PDB dan dituruti peningkatan rasio utang raih 39,39% PDB pada 2020. Ini terutamanya terkuasai karena kurang maksimumnya pendapatan negara, bertepatan dengan pelemahan perform ekonomi dan digunakannya bermacam stimulasi perpajakan sebagai instrumen stimulasi pajak di periode pandemi.
Sekarang ini belanja negara justru semakin bertambah untuk memberi support penguatan countercyclical dalam penanganan Covid-19 dan pembaruan ekonomi. Namun, langkah peluasan minus dan tambahan utang itu justru mampu menahan pemburukan ekonomi yang semakin dalam. Perkembangan ekonomi walau terkontraksi -2,07% di tahun 2020 dapat kembali tumbuh positif 3,7% di tahun 2021, atau lebih baik dibanding mayoritas negara peers. Bermacam pertanda kesejahteraan Indonesia alami penyempurnaan bertepatan implementasi ketentuan pajak.
Kemiskinan Indonesia sukses raih tingkat satu digit, yaitu 9,71% per September 2021, atau turun dari 10,19% pada September 2020. Selanjutnya, tingkat pengangguran alami pengurangan sebesar 0,67 juta orang, ke tingkat 6,5% di Agustus 2021 setelah sebelumnya raih 7,1% pada Agustus 2021. Dengan memperhatikan banyak hal itu, kita dapat belajar bila utang yang ditata dengan manageable jadi instrumen penting untuk ekonomi, terutamanya untuk mewujudkan kesejahteraan semua rakyat Indonesia.
Namun, pemerintah ketahui bila pilihan ketentuan utang membawa risiko risiko. Karenanya, factor prudent dan sustainable tetap jadi pertimbangan khusus Pemerintah saat mengambil permodalan yang bersumber dari utang. Disamping itu, pemerintah telah mempersiapkan strategi keberlanjutan pajak dalam masa menengah-panjang dengan kerjakan langkah konsolidasi pajak yang diimbangi reformasi pajak.