Menyinggung Perpindahan Ibu Kota Negara

patromaks – SEJAK Presiden Jokowi umumkan perpindahan ibukota negara (IKN) pada 26 Agustus 2019, saya memandang peraturan ini lebih mengutamakan pada pemikiran politik bila dibanding dengan hal yang signifikan.

Argument khusus yang selalu ditampilkan ke khalayak adalah DKI Jakarta makin lama memikul berat beban. Selainnya sebagai ibukota dan sebagai pusat ekonomi Indonesia, jadi beban fokus demografi Indonesia yang terkonsentrasi di situ.

Jakarta sebagai pusat pemerintah dan ekonomi nasional tidak dapat dipungkuri salah satunya efeknya adalah perkembangan warganya benar-benar berarti. Namun, keadaan itu tidak disertai dengan rencana kota dan kekuatan lingkungan yang ideal. Dari faktor ekologis, cukup banyak hasil dari riset memperlihatkan kepadatan warga mengakibatkan pencemaran udara dan tercemarnya sungai-sungai.

Lalu, satu permasalahan khusus yang tak pernah dituntaskan sampai sekarang ini, yaitu banjir. Setahun sesudah penentuan itu, persisnya 2020, saya lakukan penelitian lapangan ke calon lokasi IKN, untuk menunjukkan apa rasionalisasi perpindahan IKN karena hanya argumen setumpuk beban DKI Jakarta? Atau mungkin ada pola yang lain menggerakkan keputusan perpindahan itu. Itu karena menyaksikan sampai ini hari, hampir semua keputusan pembangunan infrastruktur lewat project vital nasional (PSN) tersisa masalah sama seperti yang terjadi awalnya.

Saat di atas lapangan, sebagian besar warga yang tinggal ada di ring satu pembangunan calon IKN, persisnya di Dusun Bukit Raya, Pemaluan, dan Tengin baru, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, selalu menanyakan apa IKN tetap dikerjakan? Ingat mayoritas pada mereka menginginkan tanah mereka terjual pada harga yang tinggi.

Saya tak pernah memberi sebuah kejelasan jawaban ingat waktu itu peristiwa awalnya wabah yang nyaris mustahil pemerintahan memaksa peraturan itu. Tetapi, kepercayaan saya jika perpindahan IKN akan masih tetap terus dilaksanakan dan dipaksa.

Saya menyaksikan jika tiap pimpinan politik di Indonesia ingin mempunyai sebuah legacy atau suatu hal yang ingin diturunkan untuk rakyatnya. Karena itu, Presiden Jokowi juga berkesan mempunyai tekad dan kemauan sebagai kepala negara yang sukses mengalihkan IKN.

Sebuah peraturan yang tak pernah dilaksanakan beberapa presiden perintisnya. Dalam catatan lapangan saya dan menyaksikan dinamika peraturan itu sampai ini hari, perpindahan IKN ini sebetulnya benar-benar problemtis. Bahkan juga, dapat disebutkan cacat proses karena sebenarnya benar-benar dipaksa.

Tiadanya study di atas lapangan

Semenjak memilih untuk lakukan study lapangan, saya usaha cari hasil pengkajian akademis sebagai dasar kuat kenapa IKN harus dipindahkan dan kenapa harus di berpindah di Kalimantan Timur. Selainnya cuman paparan presentasi dari Bappenas, saya tidak mendapati sebuah study yang serius dari pemerintahan waktu itu.

Dalam pemaparannya, Bappenas (2019) mengatakan pemerintahan mempunyai beberapa jadwal yang perlu direalisasikan, yakni perpindahan ibukota negara akan berpengaruh positif pada kemajuan ekonomi nasional, kurangi disparitas antarkelompok penghasilan, memunculkan tambahan inflasi nasional yang minimum, menggerakkan perdagangan antardaerah, dan tingkatkan investasi.

Sudah pasti, jadwal itu mempunyai arah yang bagus. Tetapi, bisa menjadi permasalahan bila arah itu tidak disokong penelitian yang kuat. Bahkan juga, di tahun yang serupa ada beberapa study yang sebetulnya memberi respon berkaitan dengan peraturan itu.

Satu diantaranya, hasil riset Indef (2019) yang menerangkan perpindahan IKN tidak menambahkan support kemajuan ekonomi nasional. Disamping itu, gerakan ibukota tidak memberi dorongan untuk peralihan PDB riel. Perpindahan ibukota cuman akan memberikan keuntungan propinsi arah dan tidak jamin pengurangan tertimpangan di propinsi arah (Taufiqurrahman et al, 2019).

Bagaimanakah mungkin sebuah peraturan yang dapat disebutkan megaproyek dengan kebutuhan periode panjang tidak disokong hasil riset yang berkaitan dan ketat. Saat sebelum pemerintahan pusat memutuskan perpindahan IKN, semestinya mempunyai rasionalitas yang kuat lewat study kelaikan atau bermacam mode penelitian yang lain dan bukti empiris jika lokasi baru ini telah penuhi persyaratan.

 

Menyinggung Perpindahan Ibu Kota Negara

 

Sudah pasti, studi-studi itu semestinya dilaksanakan dalam sekian tahun awalnya. Jauh saat sebelum peraturan itu diputuskan. Studi-studi itu semestinya dilaksanakan karena mempunyai tujuan memberi sebuah kejelasan jika peraturan pembangunan itu akan pas target.

Memetakkan mengenai peluang masalah yang hendak ada, menyiapkan seluruh usaha mitigasi pada semua wujud peluang ketidakberhasilan dari project itu. Disamping itu, hal yang cukup penting adalah menyaksikan seberapa jauh peraturan perpindahan itu mempunyai kelaikan lingkungan dan secara ekologis tidak berpengaruh pada kerusakan lingkungan atau keberagaman hayati.

Hasil dari penilaian di atas lapangan dan berkomunikasi dengan penopang kebutuhan di daerah itu, gagasan perpindahan IKN langsung akan memberikan ancaman ekosistem, terutamanya di daerah Teluk Balikpapan, karena kegiatan jalan raya kapal.

Beberapa macam keberagaman hayati, seperti pesut, dugong, buaya muara, bekantan, sampai ekosistem mangrove akan terancam. Semestinya, jauh saat sebelum putuskan lokasi mana yang hendak jadi IKN. Pemerintahan memberi pilihan ke wilayah yang lain berpotensi dan kelaikan sebagai arah perpindahan IKN.

Lakukan study dan memberi penilaian secara mendalam dan obyektif. Bukan kebalikannya, putuskan lebih dahulu. Tetapi, memberi argumen dan rasionalisasi yang nampaknya akademik di masa datang.

Kurangnya keterlibatan khalayak

Bila perpindahan IKN ini tanpa diperkirakan dengan matang, ditegaskan jika peraturan itu menegasikan keterlibatan khalayak. Hasil dari diskusi saya dengan warga yang tinggal di daerah Sepaku, mereka tidak ketahui awalnya bila daerah itu akan dijadikan lokasi perpindahan IKN.

Mereka ketahui sesudah lawatan Presiden Jokowi dan korps-nya ke daerah itu. Saya tidak mau tutupi jika beberapa besar dari warga memberi respon dengan suka. Untuk mereka ada kebanggaan tertentu dan pasti menyimpan sebuah keinginan besar.

Itu khususnya untuk warga pendatang dari Jawa, Makassar, atau transmigran yang lain yang jalankan kegiatan ekonomi lewat bidang perdagangan. Tetapi, tidak seluruhnya mereka mempunyai tanggapan yang serupa atau bahkan juga ada sebuah ketakutan tertentu, khususnya mereka warga asli, yaitu sukai Paser Balik.

Dari tanggapan ini tidak usaha memperdebatkan keberagaman pemahaman khalayak atas perpindahan IKN. Tetapi, dari tanggapan itu kita bisa menarik sebuah benang merah yang terlihat terang jika peraturan itu sebetulnya kurang dalam mengikutsertakan peranan warga lokal atau bahkan juga justru tidak sama sekalipun.

Walau sebenarnya, keterlibatan khalayak yang dapat dilaksanakan dengan bermacam langkah, jadi kunci penting dalam membuat peraturan. Khususnya yang hendak berimplikasi secara besar pada kebersinambungan penghidupan mereka secara ekonomi dan rekanan sosial atau kebudayaan. Disamping itu, keterlibatan warga lokal menjadi navigasi arah peraturan pembangunan itu supaya masa datang tidak mengeksklusi kehidupan warga lokal.

Bila pemerintahan pusat dalam kabar berita media mengeklaim jika peraturan ini disokong warga lokal, perlu kita berusaha secara cermat menanyakan siapakah sebetulnya warga lokal yang diartikan? Jangan-jangan mereka sebagai elite politik atau beberapa raja kecil wilayah, yang sebetulnya secara ekonomi-politik mempunyai atau akan memperoleh keuntungan secara materi atau nonmateri dari peraturan perpindahan IKN. Tetapi, usaha mendaku diri sebagai wakil kebutuhan warga tradisi atau khalayak secara luas.

Wewangian kental politik transaksi bisnisonal

Dari penilaian kabar berita media, wawasan berkaitan dengan IKN sempat berhenti sementara saat kasus wabah tidak sedang teratasi. Tetapi, wawasan itu kembali kuat semenjak Presiden Jokowi putuskan nama Nusantara ke IKN baru dan ulasan RUU IKN di ranah legislatif ditetapkan jadi UU IKN.

Berlainan dengan RUU yang lain yang terseok-seok tidak selekasnya ditetapkan seperti RUU TPKS dan RUU Pelindungan Data Individu, RUU IKN malah menjadi satu diantara perancangan undang-undang yang dapat disebutkan superkilat. DPR cuman memerlukan waktu sepanjang 42 hari yang pada akhirnya ditetapkan jadi UU IKN. Dalam saat yang singkat itu, mengisyaratkan jika UU IKN ini berkesan benar-benar dipaksa.

Ditambah, sebetulnya ulasan itu semestinya benar-benar kompleks yang mengikutsertakan infrastruktur, bujet, faktor lingkungan, sosial budaya, dan faktor tehnis yang lain. Belum juga dokumen akademis UU IKN yang terlihat dari substansinya benar-benar tidak memiliki nuansa akademik.

Menyaksikan begitu, berkesan kuat jika UU IKN ini benar-benar dipaksa. Resikonya, UU ini dapat mempunyai potensi mempunyai permasalahan di masa datang seperti UU Cipta Kerja. Disamping itu, keadaan ini diperkokoh laporan yang di-launching sejumlah organisasi sipil, seperti Jatam, Walhi, FWI, dan sebagainya (2019).

Mereka mengatakan ada beberapa nama elite politik nasional dan pebisnis yang memperoleh keuntungan dari project itu di daerah gagasan pembangunan ibukota baru, terutamanya yang mempunyai konsesi tempat selebar beberapa puluh ribu sampai beberapa ratus ribu hektar di daerah itu.

Dengan bukti itu, bakal ada tanggapan dari khalayak yang mengomentari serta menampik peraturan perpindahan IKN. Jadi benar-benar lumrah bila khalayak memandang jika peraturan perpindahan IKN lebih memiliki nuansa politik transaksi bisnisonal dibanding perjuangkan jadwal politik kebutuhan khalayak.

Bukti-bukti itu menjadi cermin jika peraturan perpindahan IKN dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur adalah sebuah produk peraturan yang tidak diperkirakan secara baik. Bahkan juga, berkesan benar-benar dipaksa.

Sudah pasti kita pun tidak dapat meremehkan bukti jika Jakarta mempunyai setumpuk masalah, seperti banjir, pencemaran udara, kemacetan, dan masalah sosial yang lain yang sampai sekarang ini belum seutuhnya tersudahi.

Tetapi, bila peraturan perpindahan IKN itu tanpa diperkirakan dengan terancang dan tanpa mengikutsertakan keterlibatan khalayak, sama juga akan mengalihkan permasalahan yang berada di Jakarta ke arah tempat baru.