Misteri 7 Tahun Kematian Mahasiswa UI Akseyna yang Belum Terkuak

Patromaks.com – Pada Sabtu (26/3/2022) ini, kematian pemuda namanya Akseyna Ahad Dori (19) pas masuk 7 tahun. Akseyna diketemukan tidak bernyawa di Danau Kenanga, Kampus Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, pada 26 Maret 2015. Akseyna sebagai mahasiswa jalur Biologi Fakultas MIPA UI. Pertama kalinya diketemukan, korban diperhitungkan bunuh diri.

Terakhir, kepolisian yang menyelidik kematian Akseyna mengatakan jika Akseyna sebagai korban pembunuhan. Tetapi, sampai sekarang ini kasusnya belum tersingkap.

Terdeteksi dari hidung

Jasad Akseyna waktu itu diketemukan dengan seorang mahasiswa UI namanya Roni dengan status mengambang di Danau Masa lalu sekitaran jam 09.00 WIB. Penemuan mayat Akseyna menarik perhatian beberapa orang. Masyarakat selanjutnya bergabung pada tempat peristiwa kasus. Sebelumnya tidak ada yang mengetahui jika figur mayat itu ialah Akseyna karena tidak ada satu juga identitas yang tercantum. Korban kelihatan masih memakai ransel berisi beberapa batu yang diperhitungkan untuk menenggelamkan jasad itu. Jasad itu juga dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur, untuk dideteksi.

Kasat Reskrim Polresta Depok waktu itu, Kompol Agus Salim, menjelaskan, bertepatan penemuan jasad itu, orang-tua Akseyna mencari kehadiran putranya. Waktu itu, orang-tua Akseyna mengontak polisi lalu tiba dari Yogyakarta ke Jakarta buat mengenali mayat di Rumah Sakit Polri Kramatjari. Keluarga pastikan jika jasad itu ialah Akseyna yang dikenal dari wujud hidung, baju, dan sepatu korban. Saat faksi keluarga mengecek mayat korban, ada keserupaan fisik dari wujud hidung korban. Disamping itu, baju dan sepatu pemberian orang-tua menambahkan kepercayaan keluarga bila itu anaknya, kata Agus pada 31 Maret 2015.

Misteri 7 Tahun Kematian Mahasiswa UI Akseyna yang Belum Terkuak

Ada surat warisan

Waktu itu korban diperhitungkan bunuh diri karena polisi yang sedang menyelidki kasus itu mendapati sepucuk surat warisan tertempel di dindin kamar kost Akseyna. Sangkaan sementara bunuh diri. Kami mendapati seperti surat warisan korban, kata Agus. Surat warisan itu berisi tulisan tangan dengan bahasa Inggris yang menunjukkan pesan paling akhir korban.

Pada surat itu tercatat Will not return for please don’t search for existence, my apologies for everything enternally. Tulisannya gunakan bahasa Inggris. Pokoknya, korban tidak ingin dicari dan (minta) permintaan maaf, sebut Agus. Surat itu selanjutnya ditelisik oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor). Hasilnya memperlihatkan jika tulisan itu sama dengan tulisan tangan Akeyna.

Keganjilan

Ayah Akseyna, Kolonel (Sus) Mardoto, menyaksikan ada beberapa keganjilan berkaitan kematian putranya. Ada cedera bengkak dalam tubuh Akseyna. Kehadiran beberapa batu yang diketemukan dalam tas korban diduga si ayah. Disamping itu, Mardoto tidak percaya selembar kertas yang diperhitungkan surat warisan itu dicatat putranya. Jika bunuh diri tidak perlu lakukan langkah sesulit itu (menulis surat warisan), tutur Mardoto.

Sangkaan korban pembunuhan

Polisi waktu itu tidak stop menyelidik. Beberapa saksi, tanda bukti, dan hasil visum kembali dicheck. Penyidik panggil saksi pakar grafolog dari American Handwriting Analysis Foundation Deborah Dewi untuk memberi info berkaitan tulisan tangan pada surat itu. Hasilnya, Debora mengatakan jika tulisan tangan pada surat itu bukan tulisan tangan Akseyna. Polisi selanjutnya berkeyakinan Akseyna ialah korban pembunuhan. Yang dapat dijumpai ialah korban wafat diperhitungkan bukan lantaran bunuh diri, tutur Direktur Reserse Kriminil Umum Polda Metro Jaya waktu itu, Komisaris Besar Krishna Murti.

Hal yang lain perkuat sangkaan itu adalah hasil visum yang mengaitkan Akseyna diperhitungkan tidak sadar diri saat sebelum dicemplungkan ke danau. Pada paru-paru Akseyna ada air dan pasir. Hal tersebut tidak diketemukan jika korban tidak dapat bernapas. Disamping itu, ada robekan pada bagian tumit sepatu Akseyna perkuat sangkaan jika ada usaha penyeretan korban. Krishna waktu itu kembali meragukan jika Akseyna meninggal karena bunuh diri. Danaunya dangkal. Jika ia bunuh diri, mengapa tidak nyemplung di laut. Menenggelamkan diri itu proses bunuh diri yang paling lamban. Jika ingin bunuh diri, mengapa tidak loncat saja dari atap gedung, kata Krisha.

Walau sudah percaya jika Akseyna sebagai korban pembunuhan, polisi kesusahan ungkap kasus itu. Polisi mengatakan, pengungkapan kasus ini cukup susah karena keadaan tempat kematian korban telah hancur karena dimasuki orang yang tidak memiliki kepentingan. Dengan begitu, kasus kematian Akseynya masih jadi mistis sampai sekarang ini.