Peranan Gas Bumi dalam Peralihan Energi Nasional

patromaks – Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampaikan penerapan peraturan peralihan energi bukan hanya mengenai peralihan pendayagunaan dan pemakaian bahan bakar fosil ke EBT, tapi tersangkut faktor yang paling kompleks.

Peralihan energi disebutkan akan mengganti beberapa hal, peralihan tugas, scenario pembangunan, oriantasi binis, dan faktor yang lain. Salah satunya rintangan peralihan energi yang disebutkan Presiden Jokowi ialah permasalahan permodalan. Proses peralihan energi memerlukan permodalan yang besar sekali.

Peralihan energi memerlukan beberapa proyek baru dan investasi baru. Karenanya Indonesia membutuhkan eksploitasi proses pendanaan yang pas supaya terbentuk keekonomian dan harga EBT yang bersaing hingga tidak memberatkan warga.

Gas sebagai jembatan peralihan

Apa yang dikatakan Presiden Jokowi ialah pas, jika peralihan energi membutuhkan persiapan dalam beberapa faktor. Bukan hanya permasalahan permodalan saja, peralihan membutuhkan support penelitian dan tehnologi.

Hingga dibutuhkan persiapan beragam kapabilitas dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi untuk menyiapkan SDM yang unggul untuk memberikan dukungan penerapan peralihan energi. Searah dengan penerapan peralihan energi, kegiatan ekonomi dan kehidupan sosial warga tetap perlu jalan seperti mestinya.

Karenanya, menyimak keadaan dan beberapa rintangan yang ada, peralihan energi sekiranya tidak bisa dilaksanakan secara terburu-buru. Peralihan energi membutuhkan penyiapan banyak faktor hingga perlu dilaksanakan secara bertahap supaya tidak jadi beban ekonomi dan kehidupan sosial warga.

Gagasan Umum Energi Nasional (RUEN) seperti dalam Perpres No.22/2017, memproyeksikan jika jatah energi fosil dalam bauran energi Indonesia di tahun 2050 kedepan sekitaran 68,80 %. Sementara, sekarang ini jatah energi fosil dalam bauran energi Indonesia sekitaran 89 % yang terbagi atas batubara 38 %, minyak bumi 32 %, dan gas bumi 19 %.

Menyimak keadaan yang ada itu, saya memandang kenaikan pendayagunaan gas untuk kebutuhan lokal bisa berperanan sebagai jembatan dalam penerapan peralihan energi di Indonesia. Ultimate goal dari penerapan peralihan energi pada intinya ialah bagaimana kurangi tingkat emisi, bukan semata-mata untuk menukar pemakaian energi fosil dengan EBT.

Peranan Gas Bumi dalam Peralihan Energi Nasional

Bila maksudnya kurangi emisi, pendayagunaan energi fosil pada intinya masih tetap terus dilaksanakan bila emisi dari energi fosil itu bisa di turunkan atau bahkan juga ditiadakan. Karenanya, ingat gas sebagai tipe energi fosil yang dipandang paling bersih, kenaikan jatah pendayagunaan gas dalam bauran energi primer nasional secara automatis akan kurangi tingkat emisi pada bidang energi.

Maka dari itu, pas bila RUEN selanjutnya menarget jatah gas dalam bauran energi primer Indonesia akan bertambah jadi 24 % pada 2050. Dilihat dari beberapa faktor, opsi tingkatkan pendayagunaan gas sebagai jembatan untuk penerapan peralihan energi ialah tepat.

Dari sudut pandang ekonomi nasional, pendayagunaan gas nyaris bisa ditegaskan akan relatif bisa jaga daya saing industri dalam negeri dan daya membeli warga bila dibanding harus seutuhnya berpindah memakai EBT. Dari faktor konsumsi, industri dan customer gas dalam negeri terlihat makin masif dalam manfaatkan gas.

Hal itu kelihatan dari rerata pendayagunaan gas lokal sepanjang 2012-2021 yang disebut bertambah sekitaran 1,5 % untuk tiap tahunnya. Jatah pendayagunaan gas untuk lokal terdaftar bertambah dari 52 % pada 2012 jadi 65 % pada 2021.

Berdasar tersedianya atau jumlah cadangan, opsi pendayagunaan gas untuk jembatan penerapan peralihan energi cukup berdasarkan. Sekarang ini Indonesia terdaftar mempunyai cadangan bisa dibuktikan gas sekitaran 62,4 TCF yang hendak memenuhi untuk masa sampai 27 tahun kedepan. Beberapa project vital nasional di bidang hilir migas terdaftar dikuasai oleh beberapa proyek gas seperti project IDD Gendalo dan Gehem, Jambaran Tiung Biru, Masela, dan Kuat Train 3.

Bidang yang Manfaatkan Gas

Sekarang ini, pendayagunaan gas untuk kebutuhan lokal terdaftar dikuasai oleh beberapa sektor sebagai jangkar kemajuan ekonomi Indonesia seperti bidang industri, industri pupuk, dan kelistrikan. Bidang Industri konsumsi sekitaran 26,38 % dari keseluruhan konsumsi gas lokal.

Sementara industri pupuk dan kelistrikan konsumsi sekitaran 12,33 % dan 14 % dari keseluruhan konsumsi gas nasional. Rangka peraturan yang ada pula memperlihatkan ada komitemen dan kesungguhan pemerintahan dalam tingkatkan pendayagunaan gas untuk kebutuhan lokal.

Antara peraturan yang memperlihatkan hal itu ialah Perpres No.121/2020 mengenai Penentuan Harga Gas, Permen ESDM No.10/2020 mengenai Pendayagunaan Gas untuk Pembangkit Listrik, dan Kepmen ESDM No.91 K/12/Mem/2020 mengenai Harga Gas Bumi di Pembangkit Tenaga Listrik.

Untuk faktor kelistrikan, pendayagunaan gas terdaftar mempunyai beberapa keunggulan dibanding dengan EBT. Beberapa data mengatakan ongkos investasi untuk membuat pembangkit gas lebih rendah dibanding pembangkit EBT. Capacity faktor pembangkit gas diumumkan semakin tinggi hingga bisa berperanan sebagai base load dalam mekanisme kelistrikan nasional.

Sementara dari kerangka obyektif peralihan energi, emisi karbon dari pembangkit gas diumumkan relatif rendah sekurang-kurangnya bila dibanding dengan pembangkit yang memakai energi primer dari minyak dan batubara.

Menyimak data, info, dan perubahan yang ada itu, cukup terang jika gas bumi benar-benar prospektif agar bisa berperanan sebagai jembatan dalam penerapan peralihan energi di Indonesia. Perubahan penelitian dan tehnologi mempunyai potensi mengganti peranan gas yang awalnya sebagai jembatan bisa jadi tujuan akhirnya penerapan peralihan energi. Hal itu memungkinkan terjadi bila dalam perubahannya ongkos yang dibutuhkan untuk hilangkan emisi dalam pendayagunaan gas tambah murah dari ongkos untuk meningkatkan EBT.