Perlakuan Terawan Dibetulkan Secara Etik dan Hukum

patromaks – Pemecatan Prof Dr Terawan itu menjadi ranah khalayak dan jadi perhatian warga. Bukan saja untuk warga yang jadi presentasi komune medikal, tetapi juga warga lokal non medikal dan komune pegiat.

Salah satunya argumen khusus dan masalah pemberhentian ini berkaitan dengan perbuatannya dengan implikasi sistem Digital Subtraction Angiography (DSA) yang digagas Terawan. Untuk saya, memang pahami etik karier itu tidak dapat disimpulkan sempit.

Etika etik dan hukum bermakna yang bukan saja ekstensif, bahkan juga eksesif. Etik sebagai nilai dasar berisi prinsip-pinsip kepribadian dalam hati sanubari individu pribadi atau pribadi sebagai sisi organisasi yang sepantasnya diterapkan secara stabil.

Etika etik yang diartikan secara sempit, akan memunculkan imbas yang eksesif dan subyektif. Etika-etika etik tidak dapat diartikan secara sempit, karena sering etika etik diartikan sebagai etika hukum. Implikasi arti etika etik harus dilaksanakan secara prudent atau arif dan berhati-hati.

Tidak dapat diartikan secara sempit sama sesuai normatif regulitas dengan argumen kejelasan hukum dan etik. Mekanisme hukum dan etik bukan saja mengaku kejelasan hukum etik, tetapi juga menegakkan konsep dan azas keadilan dan manfaat.

Etika etik dan hukum harus mempunyai arah obyektif. Yaitu selainnya kebutuhan penegakan pelindungan pribadi, menghargakan penegakan protection of public interest. Jika terjadi pelanggaran etik pada ketentuan intern, seperti MKEK, ancaman paling tingginya berbentuk “pengucilan” anggota karier dari komunitasnya.

Ancaman administratif paling tinggi pemberhentian sebagai anggota karier dari komunitasnya. Dan berkaitan keputusan pencabutan ijin praktek dokter, sama sesuai UU No 29/2004 mengenai Praktek Kedokteran, lebih pas jadi ranah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), bukan MKEK.

Dalam pengetahuan saya, Terawan masih tetap bisa berpraktik jalankan pekerjaannya. Berikut yang terkadang tidak dimengerti komune etik dan hukum, Semestinya MKEK membahas secara arif, tidak emosional dan subyektif. Coba sebagai komparasi interpretatif etik dan rekanannya dengan hukum.

Andaikan bisa dibuktikan perlakuan Prof Terawan pada implikasi DSA sebagai masalah dianosis atau terapi ialah menyalahi peraturan etik formal, tapi perlakuan Prof Dr Terawan masih bisa dibetulkan secara etik dan hukum. Perbuatannya masih juga dalam batasan-batas etik hukum.

Perlakuan dan tindakannya digolongkan sebagai tindakan yang betul, lumrah, dan pantas. Azas manfaat yang adequate dari perlakuan Prof Dr Terawan ini sama paralel dengan azas keadilan dan azas manfaat dari konsep Materiele Wederrechtelijkheid dengan peranan negatif yang mempunyai legalitas dan legalitas etik dan hukum.

Guru Besar UI: Perlakuan Terawan Dibetulkan Secara Etik dan Hukum

Perlakuan Terawan Dibetulkan Secara Etik dan Hukum

Nama bekas Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto akhir-akhir ini jadi pembicaraan khalayak. Ia dikeluarkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) karena sistem ‘cuci otak’ yang dipakainya. Guru Besar Hukum Pidana dan Pendidik PPS UI Bid Study Pengetahuan Hukum, Indriyanto Seno Adji menjelaskan, pemberhentian Terawan menjadi ranah khalayak dan jadi perhatian warga, bukan saja untuk warga sebagai presentasi komune medikal, tetapi juga warga lokal non medikal dan komune pegiat.

“Salah satunya argumen khusus dan masalah pemberhentian Terawan ini berkaitan dengan perbuatannya dengan implikasi sistem Digital Subtraction Angiography (DSA) yang digagas oleh Terawan,” katanya. Ia pahami etik karier itu tidak dapat definisikan sempit.

Etika etik dan hukum bermakna yang bukan saja ekstensif, bahkan juga ekssesif. Etik sebagai nilai dasar berisi beberapa prinsip kepribadian dalam hati sanubari individu pribadi atau pribadi sebagai sisi organisasi yang sepantasnya diterapkan secara stabil.

“Etika etik yang diartikan secara sempit, akan memunculkan imbas yang eksessif dan subjektif,” katanya. Kata Seno, etika-etika etik tidak dapat diartikan secara sempit, karena sering etika etik diartikan sebagai etika hukum, hingga implikasi arti etika etik harus dilaksanakan secara prudent atau arif dan berhati-hati.

Tidak dapat diartikan secara sempit sama sesuai normatif regulitas dengan argumen kejelasan hukum dan etik. “System hukum dan etik, bukan saja mengaku kejelasan hukum – etik, tetapi juga menegakkan konsep dan azas keadilan juga azas manfaat,”katanya.

Ia meneruskan, etika etik dan hukum harus mempunyai arah objektif yakni selainnya kebutuhan penegakan pelindungan pribadi, menghargakan penegakan protection of public interest. “Jika terjadi pelanggaran etik pada ketentuan intern, seperti MKEK, ancaman paling tingginya berbentuk “pengucilan” anggota karier dari komunitasnya. Ancaman administratif paling tinggi pemberhentian sebagai anggota karier dari komunitasnya,”ulasnya.