Predator Masuk Sekolah

patromaks – Anak terlindung, Indonesia maju, begitu topik Hari Anak Nasional (HAN) tahun ini yang hendak diperingati pada Sabtu . HAN jadi momen penting untuk tingkatkan kepedulian dan keterlibatan warga dalam jamin pemenuhan hak-hak anak.

Semua anak Indonesia mempunyai hak yang serupa untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berperan serta secara lumrah sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Anak Indonesia memiliki hak mendapat pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Walau sebelumnya topik diartikan lebih dihubungkan dengan wabah covid-19, dalam penglihatan penulis, akan berasa lebih punyai gereget bila disambungkan dengan pelindungan anak pada predator seksual. Terakhir dunia pengajaran dikejuti dengan penahanan motivator populer JE, pendiri salah satunya SMA swasta di Malang, Jawa Timur, karena kasus kekerasan seksual pada anak-anak didiknya. Ada pula penangkapan yang menegangkan dari MSAT, terdakwa pencabulan santriwati. MSAT sebagai anak pemilik pondok dan kiai terkenal di Jombang.

Rekanan kuasa

Predator seksual adalah orang yang berkontak seksual sama orang lain secara kasar. Pemangsa seksual jalankan tindakan kejahatan sex, seperti penghinaan seksual, serangan, pemerkosaan, dan pedofilia. Beberapa predator usaha mengeksplorasi korban remaja, cukup banyak sebagai pemangsa sex anak-anak. Predator tipe paling akhir umumnya cari anak di bawah usia, prapuber, didului usaha membuat keyakinan dengan korban sebagai wujud perhatian khusus. Predator mengeksplorasi seseorang secara seksual tidak semata-mata masalah pemenuhan dorongan sex, tapi juga lebih sebagai wujud supremasi dan pengaturan.

Beragam riset mengatakan, tertimpangan rekanan kuasa kerap kali sebagai pemicu berlangsungnya kasus kekerasan seksual. Hasil riset Pusat Peningkatan Sumber Daya untuk Penghilangan Kekerasan pada Wanita, Rifka Annisa (2018), memperlihatkan tertimpangan rekanan kuasa terjadi saat aktor berasa mempunyai status yang lebih menguasai dibanding korban. Sekedar menyebutkan beberapa contoh; kekerasan seksual yang sudah dilakukan guru pada pelajar, ustaz pada santri, orang-tua pada anak, aktris dengan fan, dan bawahan dengan atasan.

Dalam Pasal 1 Permendikbud-Ristek 30/2021 dipastikan, ‘Kekerasan seksual ialah tiap tindakan merendahkan, mengejek, berbuat tidak etis, dan/atau serang badan, dan/atau peranan reproduksi seorang, karena tertimpangan rekanan kuasa dan/atau gender, yang berpengaruh atau bisa berpengaruh kesengsaraan mental dan/atau fisik terhitung yang mempengaruhi kesehatan reproduksi seorang dan lenyap peluang melakukan pengajaran tinggi dengan aman dan nyaman’. Walau permen itu berlaku untuk perguruan tinggi, rohnya bisa dihembuskan pada unit pengajaran yang lebih rendah.

Penghinaan seksual biasanya terjadi dengan bertahap. Jarang-jarang langsung ke tingkat berat. Dengan diawali gurauan yang ‘menjurus’. Pegang-pegang anggota badan yang peka sampai pemaksaan jalinan tubuh. Pelajar perlu mempunyai kesadaran diri sebagai seperti sirene yang bisa mengenal secara awal bila ada pertanda yang ke arah pada usaha pelecehen. Diharap mereka cukup mempunyai kesensitifan akan kehadiran ‘bahaya’ yang memberikan ancaman.

Predator Masuk Sekolah

Utari (2021) menyebutkan beberapa ciri-ciri predator seksual. Pertama, berlaku manis pada awal jalinan dan dekat sama anak-anak. Pada saat predator telah tentukan korban, mereka akan memberi perhatian khusus, berlaku manis, bahkan bisa saja terlampau manis, untuk membuat hubungan dan keyakinan. Rasa hormat, hubungan, dan penghargaan dari korban itu selanjutnya diakali untuk memperoleh keuntungan dan kepuasan seksual. Seringkali korban telat mengetahui perubahan sikap aktor. Korban masih berasa, penghinaan verbal dan fisik yang sudah dilakukan predator adalah gestur kasih-sayang khusus yang diberi padanya.

Ke-2 , merekayasa korban. Pelajar harus mempunyai kesiagaan lebih ke predator sex. Mereka itu bisa memperlihatkan sikap manipulatif. Kemungkinan memakai akal licik untuk merekayasa korbannya dengan mempersalahkan sikap, performa, baju, atau sikap korban. Seperti yang sudah dilakukan predator F di Banyuwangi– bekas anggota DPRD Jawa Timur–dengan alasan banyak remaja yang tidak betul pertemanannya, perlu dilaksanakan test keperawanan ke santri. Karena yakin dengan ustaznya, penghinaan itu selanjutnya terjadi. Saat disuruh bertanggung jawab atas sikapnya, predator malah menjungkirbalikkan bukti dan membuat korban berasa bersalah.

Ke-3 , melalui batasan sentuhan fisik dan seksual. Kejahatan seksual yang sudah dilakukan predator diawali dengan melalui batasan-batas kewajaran dalam sentuhan fisik. Diawali dengan mengelus kepala, sentuh sisi punggung, atau tangan korban. Bersamaan dengan berjalannya waktu, predator mulai akan sentuh anggota badan lain, seperti payudara, paha, dan wilayah sekitaran kelamin, tanpa kesepakatan korban. Mereka bisa memakai tehnik kecurangan untuk memaksakan korban lakukan suatu hal yang sebetulnya tidak diharapkan olehnya. Umumnya dibarengi dengan teror.

Ke-4, ingin memimpin dan memantau korban. Dalam beberapa kasus, predator sex memperlihatkan rasa cemburu dan ingin memimpin kehidupan korban. Mereka condong memerhatikan kegiatan korban di sosial media dan dalam kehidupan kesehariannya. Bila kecondongan itu didiamkan, predator sex akan coba memimpin dan memantau hidup korban lebih dalam. Mereka yang dicap sebagai predator sex condong kelihatan pandai, berbakat, dan karismatis. Beberapa orang yang mengenal baik dengannya sekalinya tidak menduga, beberapa predator sex itu sampai hati mengeksplorasi seseorang secara seksual.

Budaya diam

Secara kultural, budaya diam jadi parah peristiwa kekerasan seksual di sekolah. Kecondongan korban yang semakin banyak diam, karena mungkin malu atau takut, mengakibatkan aktor makin berani mengambil langkah ke tahapan yang lebih berat. Dalam budaya diam, mereka yang berani secara terbuka menyampaikan opini kerap dipandang cerewet. Pelajar yang tenang, sedikit berbicara, dipandang lebih berkualitas. Diam adalah emas. Kecondongan begitu pasti merepotkan ‘korban’ penghinaan untuk speak up. Sekiranya dibutuhkan latihan asertif untuk pelajar agar menolong mereka sanggup berperangai asertif. Sikap asertif adalah sikap antarpribadi atau interpersonal yang menunjukkan faktor kejujuran dan transparansi perasaan dan pikiran.

Arah latihan asertif adalah tingkatkan kekuatan interpersonal pelajar agar bisa berbicara tidak, membuat keinginan, ekspresikan hati baik positif atau negatif secara terbuka. Diharap pelajar selanjutnya sanggup mengatakan secara tegas apa yang dirasa tanpa penekanan dari faksi lain. Dia sanggup berlagak laris dengan tepat dan adaptive, tinggalkan sikap negatif, dan tidak optimis. Pada akhirannya pelajar mempunyai harga diri yang semakin tinggi dan mendapat imbalan sosial mencukupi hingga mereka memperoleh kesejahteraan dalam hidupnya. Sekarang, waktunya pelajar sejak awal kali harus berani menjelaskan ‘tidak’ ke predator.