Service Tunggal Agunan Kesehatan Nasional

patromaks – Warga negara mempunyai hak untuk memperoleh servis kesehatan sesuai instruksi UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1. Tubuh Pelaksana Agunan Sosial ( BPJS ) Kesehatan sebagai salah satunya dari 5 program dalam Mekanisme Agunan Sosial Nasional (SJSN) yang diberi kewajiban oleh negara untuk memberi servis kesehatan yang pantas untuk warga.

Dalam rencana tingkatkan servis, pemerintahan merencanakan hilangkan kelas service I, II, dan III dan menggantinya jadi Kelas Rawat Inap Standard (KRIS)/kelas tunggal awal tahun 2022. Ketetapan kelas standard ini ikuti Undang-Undang No 40 Tahun 2004 mengenai Mekanisme Agunan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 23 (4) yang menjelaskan jika peserta memerlukan rawat inap di rumah sakit, karena itu diberi “kelas standard”.

Peraturan ini mempunyai tujuan untuk merealisasikan kemiripan untuk peserta Agunan Kesehatan Nasional (JKN) untuk mendapat servis yang sesuai keperluan klinis pasien. Dalam ketentuan JKN yang baru ini, nanti semua sarana kesehatan berkewajiban sediakan Kelas Rawat Inap Standard (KRIS).

Service di rumah sakit cuman bakal ada kelas service KRIS untuk peserta Yang menerima Kontribusi Pungutan (PBI) dan KRIS untuk peserta Non-PBI. Bila satu hari, peserta PBI perlu perawatan inap maka ditaruh pada kelas standard PBI JKN sesuai persyaratan yang sudah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Implementasi kelas standard akan diawali dengan bertahap di rumah sakit sama sesuai ketetapan dalam Ketentuan Pemerintahan Nomor 47 tahun 2021 mengenai Penyelenggaraan Sektor Perumahsakitan.

Ketua Dewan Agunan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni menjelaskan, KRIS JKN akan mulainya berlaku pada 2022 dengan bertahap optimal sampai tanggal 1 Januari 2023. Sebagai gambaran singkat, peraturan kelas rawat inap sudah ditata pada UU No. 40 Tahun 2004 dan Perpres No. 64 tahun 2018. Proses penerapan program digerakkan berdasar ketentuan PP No. 47 Tahun 2021.

Sekarang ini servis BPJS masih memakai pola kelas I, II, dan III sesuai permenkes awalnya karena ketetapan kelas rawat inap dan peraturan teknisnya belum diedarkan. Terkait dengan kekuatan warga dalam bayar pungutan tunggal, BPJS sudah lakukan survey memakai data SUSENAS 2016-2020 dari BPS.

Bila disaksikan dari tipe penghitungan pengeluaran non-pokok per kapita /bulan kekuatan bayar peserta BPJS ialah Rp35.000 untuk tingkat pengeluaran 5 %, Rp71.000 untuk tingkat pengeluaran 10 %, dan Rp106.000 untuk tingkat pengeluaran 15 %.

Kekuatiran Pada Peralihan Pola Service Tunggal

Service Tunggal Agunan Kesehatan Nasional

DJSN sekarang ini telah lakukan assessment persiapan rumah sakit untuk implikasi kelas standard ini. Assessment diadakan secara online ke 2.060 RS, terdiri dari 1.916 RS umum dan 144 RS TNI/Polri. Hasil memperlihatkan jika 81 % rumah sakit siap menerapkan peraturan KRIS JKN dan 78 % salah satunya masih perlu rekonsilasi infrastruktur dalam rasio kecil.

Rumah sakit TNI/Polri yang masuk ke kelompok KRIS JKN telah sekitaran 74 % namun tetap memerlukan pembaruan dan kenaikan infrastruktur rasio kecil dan 26 % yang lain memerlukan pembaruan infrastruktur rasio sedang sampai besar. Pada realitanya peraturan KRIS ini sudah memunculkan beberapa kekuatiran.

Pemerlakukan peraturan ini akan berpengaruh pada peningkatan pungutan Karyawan Bukan Yang menerima Gaji (PBU) kelas III yang hendak jadi beban tambahan hingga mempunyai potensi tingkatkan tunggakan di mana sekarang ini juga terjadi tunggakan di kelas III.

Disamping itu, dicemaskan bisa terjadi barisan dan waktu nantikan pasien di saat pemerlakukan KRIS ini, karena yang terjadi sekarang ini Bed Occupation Rate (BOR) dari tiap-tiap kelas di RSUD condong telah capai 100%. Dan persoalan yang lain, bila tempat tidurnya terbatasi maskimal 4 per kamar sama sesuai ketetapan KRIS akan kurangi penghasilan dari RS karena jumlah tempat tidur akan menyusut.

Di lain sisi, dibutuhkan beban ongkos perbaikan rumah sakit yang cukup banyak untuk penuhi syarat kelas standard, kelas standard ini bukanlah kelas minimalis/rendah, namun ada standarisasi kualitas, saat RS ingin bekerja bersama dengan BPJS Kesehatan ada proses kredensialing,

karena itu ada standarisasi yang perlu disanggupi seperti tempat tidur harus memakai tiga engkol, suhu ruang harus 20-24ÂșC, kamar mandi memungkinkannya bangku roda bermanuver, pemisah hordeng harus menjuntai dari langit-langit atas sampai bawah lantai, dan sebagainya. Beberapa hal begitu akan memperberat rumah sakit, karena ada ongkos yang perlu dikeluarkan untuk perbaikan.