Survey Jerman: Banyak yang Lenyap Keyakinan Religius Sepanjang Wabah

JAKARTA, patromaks.com – Sebuah survey di Jerman mendapati makin bertambah orang kehilangan keyakinan religius sepanjang wabah virus corona. Riset baru yang diedarkan dalam Journal of Religiuson and Health sudah mendapati jika iman atau keyakinan Tuhan dan keyakinan pada kemampuan semakin tinggi turun sepanjang wabah.

Survey Jerman mendapati makin lama wabah berjalan, semakin beberapa orang yang nampaknya kehilangan iman ke Tuhan.

Pada umumnya dipercaya jika keyakinan pada Tuhan dan keterikatan pada lembaga keagamaan bertambah selama saat trauma dan kritis. Study awalnya sudah memperlihatkan kepercayaan berbasiskan agama bisa menolong orang pahami kejadian traumatis yang awalannya terlihat tak berarti.

Sebuah jajak opini Pew Research yang sudah dilakukan pada musim panas 2020 mendapati, di Amerika Serikat minimal, wabah perkuat kepercayaan agama beberapa orang.

Nyaris tiga dari 10 orang Amerika (28 %) memberikan laporan kepercayaan individu yang semakin kuat karena wabah. Sisi yang serupa berpikiran jika kepercayaan agama orang Amerika keseluruhannya sudah kuat, menurut survey pada 14 negara maju secara ekonomi. Hal tersebut disingkap jajak opini Pew sesudah beberapa bulan awal wabah.

Beberapa periset mendapati makin lama wabah, beberapa orang kehilangan keyakinan pada Tuhan

Survey Jerman: Banyak yang Lenyap Keyakinan Religius Sepanjang Wabah

Study baru ini lebih konsentrasi pada peralihan temporal kepercayaan agama sepanjang 18 bulan, mulai Juni 2020 dan jalan sampai November 2021. Nyaris 5.000 orang di Jerman disurvey di beberapa titik sepanjang masa 18 bulan. Beberapa periset mendapati makin lama wabah, beberapa orang yang kehilangan keyakinan pada Tuhan atau kemampuan yang semakin tinggi.

Analitis mengutarakan jika dengan gelombang ke-2 infeksi dan kuncian ke-2 , keyakinan pada Sumber Yang Lebih Tinggi, bersama dengan doa dan meditasi turun, catat beberapa periset dalam study baru, seperti dikutip dari New Atlas, Rabu (19/1/2022).

Disamping itu, kenaikan tajam pada stresor berkaitan Covid-19 dihubungkan dengan pengurangan kesejahteraan dan lenyapnya keyakinan yang terus-menerus. Perubahan ini dilihat baik ke orang Katolik atau Protestan, dan ke orang yang lebih muda serta lebih tua.

Pada Juni 2020, pada awal riset, cuman tiga % informan survey yang memberikan indikasi jika mereka sudah kehilangan keyakinan pada kemampuan yang semakin tinggi karena wabah Covid-19. Pada enam survey kembali sepanjang 18 bulan di depan, prosentase ini secara stabil bertambah. Sampai survey paling akhir yang sudah dilakukan di antara Agustus dan November 2021, diketemukan 21,5 % orang memberikan laporan kehilangan keyakinan karena wabah.

Kehilangan Keyakinan Stabil bukan hanya di semua umat Katolik dan Protestan

Tanggapan kehilangan keyakinan stabil bukan hanya di semua umat Katolik dan Protestan tapi juga pada informan yang lebih agnostik yang dikelompokkan sebagai tidak berafiliasi dengan agama. Tapi beberapa periset berhipotesis jika trend lenyapnya keyakinan pada umumnya sepanjang wabah kemungkinan disebabkan karena terputusnya ikatan sosial yang dihandalkan oleh beberapa komune agama.

Nampaknya, karena jarak sosial yang lama dan limitasi berkaitan, ikatan sosial dan agama yang lebih kurang penting di antara beberapa orang dan komune agama di tempat dipengaruhi serta terusik, begitu tesis periset.

Sebuah survey belakangan ini dari Pew Research Center memperlihatkan pengurangan kepercayaan agama berkaitan wabah ini kemungkinan tidak ada di Amerika Serikat. Walau Pew sudah mendapati pengurangan yang stabil dalam affiliate keagamaan umum sepanjang 15 tahun akhir, tidak teridentifikasi ada pengurangan sepanjang 24 bulan akhir.

Sementara wabah secara mengagetkan mengakibatkan pengurangan kedatangan di gereja AS sepanjang 18 bulan akhir, dipercaya akan bertambah saat virus corona berkurang. Banyak organisasi keagamaan memperlihatkan keperluan untuk memodernisasikan aksesbilitas mereka untuk membikin contact yang lebih bagus dengan demografi yang lebih muda. Study baru ini diedarkan di The Journal of Religiuson and Health.