Trending Pernikahan Berbeda Agama di Indonesia

Trending Pernikahan Berbeda Agama di Indonesia, Bagaimana Hukumnya di Mata Islam dan Negara?

Belakangan ini sosial media dihebohkan dengan pernikahan berbeda agama di Semarang.

Dari photo yang tersebar, dijumpai mempelai pria beragama Katolik sedang si mempelai wanita memeluk agama islam.

Dalam photo kelihatan pengantin wanita yang kenakan jilbab, lakukan pemberkatan di gereja dan ditemani oleh keluarga masing-masing.

Lalu muncul pembicaraan di kelompok masyarakat bagaimana hukum pernikahan berbeda agama di mata Islam dan negara?

Trending Pernikahan Berbeda Agama di Indonesia

A. Pernikahan Berbeda Agama dalam Islam

Agama Islam secara terus-terang larang ada menikah berbeda agama.

Hal tersebut tercatat jelasa dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 221 yang memiliki kandungan makna, Dan jangan sampai kamu menikah dengan wanita-wanita musyrik saat sebelum mereka memiliki iman. Sebenarnya wanita budak yang mukmin lebih bagus dari wanita musyrik, meskipun ia menarik.

Di Indonesia sendiri, MUI jadi lembaga paling tinggi dalam tentukan ketetapannya berkenaan nikah berbeda agama menurut Islam.

MUI sudah setuju mengatakan dan memberi fatwa bila pernikahan berbeda agama yang sudah dilakukan dalam agama Islam haram hukumnya dan membuat ikrar nikah dari pernikahan itu tidak syah secara agama.

Hal tersebut dipertegas oleh Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan berkenaan pernikahan berbeda agama.

Ia memperjelas berdasar Fatwa MUI Nomor:4/Munas VII/MUI/8/2005, pernikahan berbeda agama itu haram dan tidak syah.

Perkawinan lelaki muslim dengan wanita ahlu kitab, menurut Qaul Mu’tamad ialah haram dan tidak syah, kata Amirsyah

Tidak cuman dalam Islam, dalam tuntunan Kristen juga perkawinan berbeda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18).

B. Pernikahan Berbeda Agama Menurut Hukum Negara

Dikutip dari hukumonline.com pada Rabu, 9 Maret 2022, persyaratan syahnya perkawinan di Indonesia ditata dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan (UU Perkawinan).

Syahnya satu perkawinan berdasar ketetapan dalam Pasal 2 UU Perkawinan ialah:

  1. Jika dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayannya.
  2. Perkawinan itu dicatat menurut ketentuan perundang-undangan yang berjalan.

Ketetapan berkenaan pendataan perkawinan ditata selanjutnya dengan Ketentuan Pemerintahan Nomor 9 Tahun 1975 mengenai Penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan (PP 9/1975).

Jika perkawinan dilaksanakan oleh orang Islam karena itu pendataan dilaksanakan oleh karyawan pencatat.

Dan, untuk mereka yang mengadakan perkawinan berdasarkan agama dan kepercayaannya di luar agama Islam, karena itu pendataan dilaksanakan pada Kantor Catatan Sipil.

Dalam hukum di Indonesia, persyaratan syahnya perkawinan supaya dianggap negara harus juga sah terdaftar di Kantor Masalah Agama (KUA).

KUA sendiri tidak dapat menulis jika pernikahan dilaksanakan oleh mempelai yang lain agama.

Ini memiliki arti UU Perkawinan memberikan pada tuntunan dari agama masing-masing berkaitan hukum nikah berbeda agama.