Warga Islam yang Sebenar-benarnya

patromaks – maksud dan arah Muhammadiyah adalah menegakkan dan junjung tinggi agama Islam hingga diwujudkan warga Islam yang sebenar-benarnya. Demikian bunyi Pasal 6 Bujet Dasar Muhammadiyah.

Junjung tinggi agama Islam memiliki makna jika sebagai muslim, semua niat, pengetahuan, dan amal terbaik semaksimal kemungkinan untuk jalankan Islam dengan tata langkah beribadah dan pengetahuannya mencontoh Nabi Muhammad SAW. Disebutkan pergerakan Muhammadiyah, jika bukan hanya secara pribadi, tetapi juga dilaksanakan secara berjamaah atau berorganisasi.

Kesadaran dalam itu yang sudah melahirkan pribadi-pribadi terbaik yang berperan riil ke negeri ini. Semenjak berdirinya, perjuangan kemerdekaan sampai sekarang ini, ada beberapa pahlawan nasional dari Muhammadiyah.

Ada beberapa ratus ribu amal usaha yang bersebaran baik di bagian pengajaran, sosial, ekonomi dan kesehatan. Mencapai bukan hanya mereka yang berada di perkotaan, tetapi juga penjuru pedesaan. Bukan hanya untuk muslim, tetapi juga nonmuslim.

Bergerak bukan saja di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara. Demikian terbuka dan mengglobalnya faedah dari ceramah amal usaha Muhammadiyah. Hal itu tidak terlepas dari personalitas Muhammadiyah.

Personalitas Muhammadiyah itu diidentikkan dari identitasnya sebagai persyarikatan dan pergerakan Islam. Pergerakan ceramah Islam amar ma’ruf nahi munkar. Pergerakan penyempurnaan dan pemurnian tuntunan Islam. Mempunyai tujuan merealisasikan warga Islam yang sebenar-benarnya.

Warga Islam

Jika menelisik lebih dalam warga Islam yang sebetulnya, minimal ada dua referensi yang dipakai. Pertama lakukan penelusuran dan interpretasi ide yang dekati deskripsi warga Islam dalam Quran. Ide yang banyak ditunjuk adalah ummah.

Beberapa ide ummah yang diartikan adalah, pertama, ummat muslimat, yakni warga yang berkhidmat, runduk taat dan pasrah ke Allah (QS Al-Baqarah: 128). Ke-2 , ummat wasatha, yakni warga tengah atau moderat yang mempunyai peranan sebagai syuhada ‘ala al-nas (QS Al-Baqarah: 143). Ke-3 , ummat wahidat, yakni warga yang satu dalam agama: iman dan kebenaran (QS Al-Baqarah: 213; Al-Anbiya’: 92).

Ke-4, khayra ummat, yakni warga yang fokus pada nilai-nilai kelebihan (al-khayr), pada proses kemajuannya memungkinkannya berjalannya proses amar ma’ruf nahi munkar. Dan mendasarkan tujuan nilai-nilai al-khair dan proses amar ma’ruf nahi munkar itu pada keimanan (QS Ali Imran: 110). Ke-5, ummat qa`imat, yakni warga yang bercirikan (1) selalu membaca ayat-ayat Allah dan bersujud pada tengah malam; (2) memiliki iman ke Allah dan hari akhir; (3) amar ma’ruf nahi munkar; (4) bersegera dalam melakukan kebaikan (QS Ali Imran: 113).

Ke enam, ummat muqtashidat, yakni warga yang bersahaja, seimbang dalam melakukan tindakan, dan tidak terlalu berlebih (QS Al-Maidah: 66). Ke enam ide umat dari referensi Quran tertera di atas terkait keduanya.

Sebagai satu kesatuan, semua watak yang mengikutinya perlu ada pada sebuah warga Islam yang bagus menurut Allah SWT. Washatiyah Islam tidak dapat dilepaskan dari keterikatan dengan watak umat yang lain. Menurut Yusuf Qordhowi, wasathiyah sebagai konsep dasar yang menerpasi semua tuntunan Islam, baik akidah, syariah, atau adab. Ke-2 , selainnya mengarah ke Quran, pemaknaan yang ada pada realisasi warga Islam bisa ditelaah dalam riwayat.

Warga Islam yang Sebenar-benarnya

 

 

Terutamanya, di saat Nabi Muhammad SAW membuat Madinah. Beberapa pilar warga Islam berdasarkan ke 47 pasal dalam Piagam Madinah, yang bisa diringkas sebagai ummat wasatha, yakni warga yang berdasar pada konsep tauhid, persatuan, persaudaraan, kesamaan, pernyataan ada kebinekaan, toleran, demokrasi, dan kekinian nation-state (HAM).

Perlu dikenang, waktu itu, bukan hanya umat Islam, ada umat beragama yang lain hidup bersebelahan dan bersama berusaha menantang semua wujud gempuran ke Kota Madinah. Bersama membuat Madinah, dengan Nabi sebagai pimpinannya waktu itu. Tidak cuma untuk pimpinan agama, waktu itu, Nabi sebagai pimpinan politik untuk warga Madinah.

Silahkan kita nukil beberapa pasal dalam Piagam Madinah. Pada Pasal 16 misalkan, mengeluarkan bunyi: ‘Sesungguhnya orang Yahudi yang ikuti kita memiliki hak atas bantuan dan santunan, sejauh (mukminin) tidak terzalimi dan dilawan olehnya’. Pada Pasal 25 dipastikan: ‘Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Untuk golongan Yahudi agama mereka dan untuk golongan muslimin agama mereka.

(kebebasan ini berlaku) untuk sekutu-sekutu dan diri sendiri, terkecuali untuk yang zalim dan jahat. Hal tersebut akan menghancurkan diri dan keluarga’. Selanjutnya dalam Pasal 36 memperjelas: ‘Tidak seorang juga dibetulkan (untuk berperang), terkecuali izin Muhammad SAW.

Dia jangan dirintangi (menuntut pembalasan) cedera (yang dibikin seseorang). Siapa melakukan perbuatan jahat (membunuh) karena itu balasan kejahatan itu akan menerpa diri dan keluarganya, terkecuali dia tersiksa. Sebenarnya Allah benar-benar benarkan ketetapan ini’. Pada Pasal 37 dipastikan: ‘Bagi golongan Yahudi ada kewajiban ongkos dan untuk golongan muslimin ada kewajiban ongkos.

Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu-membantu dalam hadapi lawan piagam ini. Mereka sama-sama memberi anjuran dan saran. Penuhi janji musuh dari khianat. Seorang tidak memikul hukuman karena (kekeliruan) sekutunya. Pembelaan diberi pada pihak yang teraniaya’.

Demikian Piagam Madinah memperjelas loyalitas untuk hidup teratur, berdamai, menerangkan hak dan kewajiban manusia dan warga untuk sama-sama membuat perlindungan, memiliki komitmen pada ketentuan bersama yang disetujui hingga muncul perasaan aman, nyaman, dan kebersama-samaan. Dari ke-2 pendekatan di atas, bisa dirumuskan warga Islam yang wasathiyah adalah seperti berikut.

Pertama, susunan sosial penduduknya mempunyai basis dan arah untuk membangun perdamaian (salam). Ke-2 , mekanisme sosialnya berdiri di atas dasar kesamaan (musyawah), dan menampik mekanisme sosial tidak adil, hukum rimba, dengan di atas bahu yang miskin duduk yang kaya dan di atas bahu yang kurang kuat duduk yang kuat.

Ke-3 , meningkatkan mekanisme sosial yang saling menolong dan perduli seperti satu jasad. Jika satu anggota sakit atau memikul beban yang berat, yang lain turut rasakan dan seperti bangunan yang sama-sama perkuat. Dengan dilandasi konsep kasih sayang ke sama-sama.

Tidak memiliki iman seorang jikamana dia tidak menyukai saudaranya sendiri seperti dia menyukai dirinya. Maka dari itu, mekanisme ketidakadilan, penjajahan, lintah darat, dan oligarki tidak mendapatkan tempat dan harus diganti dengan mekanisme tauhid yang egaliter dengan kekayaan harus berperan sebagai kesejahteraan sosial, jangan ada orang yang kenyang dari sisi orang yang lapar.

Ke-4, mekanisme sosial yang terlepas dari keterbatasan dan kemiskinan. Ke-5, lembaga-lembaga khalayak yang berperan untuk membangun kesejahteraan sosial harus dipegang secara professional oleh pakarnya. Ke enam, dalam soal bersama atau mungkin khalayak, harus ditetapkan secara permufakatan dan demokratis. Tidak ada diskriminasi hukum dan di atas semua anggota penduduknya, hukum berlaku.