Wasekjen PBNU Minta Menghargai Proses Hukum

patromaks – Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Abdul Qodir menerangkan, pernyataan pengamat Abdul Fickar Hadjar terkait pengenaan pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) dalam Kasus Mardani H Maming bisa menyeret PBNU sebagai satu hal yang tendensius.

Menurut Qodir, pernyataan Fickar itu asal-asalan, betul-betul tidak berdasarkan bukti, dan sudah cenderung serang figur Ketua umum PBNU dan lembaga PBNU. “Abdul Fickar Hadjar jelas betul-betul ngawur. (Dalam kasus Mardani Maming) Perubahan IUP terjadi lebih dari 10 tahun lalu dan saat itu Ketua umum PBNU Gus Yahya, belum mengenal Mardani H Maming. Betul-betul aneh saat seorang yang mengakui akademisi hukum bisa mengaitkan NU dan Ketua umum PBNU dengan kasus Mardani H Maming,” kata Qodir diambil dari penuturannya, Sabtu (3/7/2022).

Qodir menambahkan, terkait kesempatan agenda yang lain dibopong oleh Abdul Fickar pihaknya tidak tahu-menahu. “Yang jelas, seorang akademisi semestinya bisa netral dan objektif dalam memberikan analitis, tidak malah membawa agenda untuk mendiskreditkan yang bukan kelompoknya,” ucapnya. Qodir menghargakan hak setiap orang untuk berpendapat, khususnya hak akademisi untuk menyampaikan penglihatannya ke publik.

mudharat dan mafsadat,” katanya. Karenanya Qodir tekan Abdul Fickar untuk revisi pernyataannya. “Kami tekan Abdul Fickar Hadjar untuk revisi dan meluruskan pernyataannya, dan setop hasilkan provokasi murahan,” kata Qodir yang advokat ini. Ia mengimbau semua barisan untuk menghargakan proses hukum. Menurut, Mardani H Maming sedang menggunakan haknya untuk perjuangkan keadilan.

Biaya Politik Mahal Penyebab Tingginya Korupsi

Wasekjen PBNU Minta Menghargai Proses Hukum

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan tingginya korupsi tidak selama-lamanya karena mental korup. Tingginya korupsi, ucapnya, dipicu tingginya biaya politik. Hal itu sejalan dengan penemuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tutur LaNyalla di selang kunjungan kerjanya ke Surabaya.

Menurut LaNyalla, biaya politik yang mahal munculkan kemampuan sikap korup beberapa pejabat yang diputuskan. Biaya politik yang mahal juga tidak rasional dan tidak sesuai penghasilan yang didapat. Selain kemampuan sikap yang korup, kemampuan perform rendah dan cenderung tidak pikir masyarakat pemilih.”Bukti banyaknya beberapa pejabat yang terbelit dugaan kasus korupsi menunjukkan bila biaya politik ada hitungannya,” tutur LaNyalla.

Menurutnya, sudah waktunya masyarakat dikasih evaluasi politik yang baik dan betul. Tidak lagi siap tentukan jika diberi uang jika tidak diberi uang oleh si pemilih, jadi tidak mau tentukan. Sikap money politics dikerjakan oleh beberapa politikus yang ingin serba instan ingin menjadi pejabat, tapi dampaknya besar untuk masyarakat.

Senator asal Jawa Timur itu melihat kelebihan memberi kesadaran politik agar beberapa politikus dan calon pejabat beradu gagasan, perjuangan, etika dan berpikir bila posisi bukan salah satunya target yang penting dicapai, sampai menghalalkan bermacam cara. “Perlu sesegera diambil berapakah sebetulnya biaya politik yang wajar dan rasional agar tidak masuk ke jebakan politik transaksi bisnis bisnisonal,” tutur LaNyalla.

“Jika aturan-aturan main tidak rasional, semua proses politik kita tidak rasional, terhitung biaya yang melangit, dan gaji yang diterima betul-betul relatif,” papar LaNyalla. Bahkan untuk kepala daerah tingkat II saja bisa raih beberapa puluh miliar. Kami telah kerjakan survei, dana yang penting dimiliki beberapa calon jadi kepala daerah tingkat II saja beberapa Rp20-30 miliar. Untuk gubernur, harus memiliki dana Rp100 miliar,” kata Alex.