WTP 5 Kali Berturut-turut untuk Pemprov DKI dan Beberapa PR yang Harus Dituntaskan

patromaks – Predikat tertinggi berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia terkait pengaturan anggaran, atau dikenal dengan penilaian wajar tanpa pengecualian (WTP), kembali didapatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Penilaian WTP atas neraca keuangan tahun 2021 sebagai kali kelima yang didapatkan Pemprov DKI secara berturut-turut sejak 2017. Berdasarkan informasi di web syah PPID DKI Jakarta, laporan hasil pengujian (LHP) BPK untuk Pemprov DKI pertamanya kali dikeluarkan pada 2010. Di saat itu, Jakarta memperoleh penilaian wajar dengan pengecualian (WDP).

Seterusnya, pada 2011-2012, Jakarta memperoleh WTP. Tapi, penilaian itu hanya bertahan dua tahun dan jadi kembali penilaian WDP pada 2013-2016. Penilaian WTP seterusnya kembali diraih pada 2017 dan sukses dipertahankan sampai LHP tahun 2021 atau sepanjang saat kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Anies menerangkan, pencapaian penilaian WTP 5x berturut-turut itu sebuah kisah baru yang dibikin di masa kepemimpinannya. “Ini bersejarah dan kita berharap kelak capai WTP adalah sebuah kegiatan rutin dan WTP adalah budaya di DKI Jakarta,

” papar Anies berikan sambutannya dalam sidang paripurna penyerahan laporan hasil pengujian (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan DKI Jakarta Anies menerangkan, WTP 5x berturut-turut sebagai kerja hasil barisan dari semua barisan Pemprov DKI Jakarta yang bekerja dari muka monitor atau dibalik monitor.

Budaya yang dipelihara

Anies seterusnya menceritakan usaha keras barisan Pemprov DKI Jakarta menjadikan penilaian WTP dari BPK sebagai budaya yang penting dipelihara. Kata Anies, saat awalannya menggenggam sebagai gubernur, banyak pekerjaan rumah yang penting dia selesaikan agar Pemprov DKI Jakarta berhasil mendapatkan penilaian WTP.

“Bagaimana ini menjadi sebuah kegiatan rutin, pertama kami kerja luar biasa keras saat awalannya tahun 2018, itu pertamanya kali (mendapat penilaian WTP),” kata Anies. Anies berbicara, cerita hidupnya mengatur proses pengaturan keuangan pada masa perubahan kepemimpinan seterusnya dia pelajari dengan baik.

“Seterusnya disana kami belajar, di tahun 2019 mulai kami lebih efisien, sampai sekarang ini juga begitu,” papar Anies. Usaha keras di tahun awalnya dan efektifitas yang sukses diterapkan pada 2019, ucapnya, terus dilanjutkan. Anies seterusnya memberlakukan kegiatan rutin pengaturan keuangan sesuai sama ketetapan yang ditetapkan dan budaya itu mulai terbiasa dikerjakan oleh semua barisan Pemprov DKI.

 

WTP 5 Kali Berturut-turut untuk Pemprov DKI dan Beberapa PR yang Harus Dituntaskan

 

“Proses ini sekarang ini sudah menginstitusi, sudah ada rutinitas-kebiasaan yang terbentuk sejauh lima tahun ini, dan rutinitas-kebiasaan yang terbentuk berikut insya Allah nantinya bisa dipertahankan,” lebih Anies. Sisa Menteri Edukasi Kabinet Kerja Jilid I ini memuji ke sejumlah ASN DKI yang turut tiba menyaksikan penyerahan LHP di tribune lantai 2 ruangan tatap muka paripurna.

Masalah yang penting sesegera dituntaskan Pemprov DKI Walaupun DKI Jakarta mendapat kembali penilaian WTP, BPK Perwakilan Jakarta memberikan lima catatan untuk dituntaskan dalam waktu 60 hari oleh Pemprov DKI Jakarta sejak LHP diberi. Catatan itu langsung dibacakan oleh Ketua BPK Perwakilan Jakarta Dede Sukarjo usai memberikan penilaian WTP di ruang sidang paripurna DPRD DKI Jakarta, Selasa.

“Pertama, BPK memprioritaskan kelebihan peningkatan pengamatan dan penataan atas pengaturan rekening kas di dalam organisasi perangkat daerah dan Bank DKI,” papar Dede. Pengamatan dilihat penting agar tidak ada masalah penggunaan rekening kas dan rekening penampungan yang tidak memiliki dasar hukum dan tanpa melalui persetujuan Badan Pengurus Keuangan Daerah (BPKD).

Rekomendasi kedua menjelaskan ada kekurangan proses pendataan, penetapan, dan ambil pajak daerah yang mengakibatkan kekurangan pendapatan pajak daerah. Minimum ada 303 harus pajak bea perolehan hak atas tanah bangunan (BPHTB) yang telah selesai kerjakan balik nama sertifikat kepemilikan tanah atau bangunan.

Hal tersebut ada karena legalitas atau validasi bukti pembayaran BPHTB dikerjakan sebelum proses verifikasi dan validasi perhitungan ketetapan BPHTB,” kata Dede. Catatan ketiga , BPK merasakan beberapa masalah, satu diantaranya kelebihan pembayaran gaji, dukungan perform daerah (TKD), dan dukungan penghasilan pegawai (TPP) sebesar Rp 4,17 miliar,

seterusnya kekerungan ambil dan penyerahan BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan sebesar Rp 13,53 miliar. Selain itu, ada juga kelebihan pembayaran belanja barang dan jasa sebesar Rp 3,13 miliar dan kelebihan pembayaran atas implementasi pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak sebesar Rp 3,52 miliar.

Catatan keempat terkait pengaturan asset, BPK merasakan kekurangan pemenuhan kewajiban koefisien lantai bangunan (KLB) sebesar Rp 2,17 miliar dan pencatatan asset tetap ganda atau asset tetap belum ditetapkan statusnya. “Dan ada 3.110 bidang tanah yang belum bersertifikat dan penempatan asset tetap oleh pihak ketiga tidak didukung dengan persetujuan kerja sama,” kata Dede.

Catatan kelima datang dari program usaha pengaturan kemiskinan pada tahun anggaran 2021. BPK menulis beberapa pencapaian Provinsi DKI Jakarta dalam usaha pengaturan kemiskinan dan implementasi program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) dalam usaha memberi support program harus belajar 12 tahun dan tambahkan kesempatan belajar perguruan tinggi untuk peserta didik yang kurang secara ekonomi.

Tapi, Pemprov DKI Jakarta diminta mengatur beberapa tahapan program itu di masa ke depan, khususnya validitas data yang digunakan dalam implementasi kedua program itu. “(Data) belum pas sampai pemberian bantuan sosial KJP plus dan KJMU belum sepenuhnya cocok sasaran, on time, dan cocok jumlah,” kata Dede.

BPK merasakan masalah gagal salur dan gagal distribusi buku tabungan dan kartu ATM masih diletakkan di Bank DKI. Catatan BPK, jumlah dana KJP Plus dan KJMU di rekening penampungan Bank DKI tahun 2013-2021 per 28 Februari 2022 sebesar Rp 82,97 miliar dan yang mengendap di rekening yang terima karena gagal distribusi sebesar Rp 112,29 miliar. “Karenanya BPK merekomendasikan agar dana KJP Plus dan KJMU yang ada di rekening itu disetor balik lagi ke kas daerah sampai dapat dipakai untuk implementasi program seterusnya,” pungkas Dede.