Zakat dan Usaha Menangani Rentenir

patromaks – Ketika saya berada di daerah, nyaris setiap hari saya menyaksikan sebagian orang asing berpembawaan rapi, silih ganti bertandang ke satu tempat dan didekati beberapa kumpulan ibu rumah-tangga. Peristiwa semacam ini, teratur di hari dan jam kerja.

Mereka ini ialah beberapa rentenir, yang melakukan aktivitas cari dan menjumpai nasabah untuk meminta hutang yang telah jatuh termin, sekalian memberikan penawaran hutang yang baru. Targetnya terang, sebagian besar ialah ibu rumah-tangga di pedesaan yang pada jam-jam itu, suami mereka sedang tidak ada di rumah karena bekerja.

Walau praktek rente telah memasuki dunia digital, aktivitas seperti ini masih tumbuh subur di lingkungan pedesaan sampai sekarang ini. Seringkali saya coba mendalami praktek rente yang terjadi di daerah saya ini.

Biasanya, mereka memang pilih jalan ini karena, dari sisi permasalahan ekonomi, keringanan dalam transaksi bisnis yang hampir tanpa persyaratan membuat mereka tergoda untuk berutang. Maknanya, instansi keuangan, baik syariah atau konservatif, yang ada tidak bisa mencapai atau mungkin tidak disukai oleh warga di pedesaan.

Peluang lain ialah proses transaksi bisnis yang terlampau repot, mengakibatkan mereka tidak berminat untuk berbisnis di instansi keuangan. Memanglah bukan kasus gampang untuk suatu instansi keuangan untuk terjun dalam masyarakat susunan paling bawah, dan memberi keringanan dalam berbisnis.

Ingat, instansi keuangan bukan pemilik modal. Tetapi, lebih ke sebagai mediator modal di antara pemilik modal dengan nasabah. Saya bahkan juga pernah lakukan pengiringan dengan menggamit barisan usaha bersama (KUB) di dusun saya ini, untuk menangani rentenir.

Tetapi, hal itu belum juga terlampau berbuah hasil. Praktek rente ini, dapat disebut benar-benar agresif. Ditambahkan juga, dengan literatur pada instansi keuangan yang masih rendah di pedesaan.

Disamping itu, secara umum warga pedesaan alami miopia ekonomi, yaitu satu keadaan yang tidak dapat menyaksikan resiko periode panjang dalam sebuah aktivitas ekonomi, serta lebih terpusat pada imbas periode pendek hingga berbisnis dengan rentenir lebih diputuskan sebab bisa memperoleh faedah secara langsung tunai waktu itu dibanding berbisnis dengan instansi keuangan yang lain.

Optimisasi peranan instansi zakat

Zakat dan Usaha Menangani Rentenir

Zakat sebagai kewajiban untuk umat Islam yang sanggup menurut syariat. Selainnya untuk menyucikan harta benda yang dipunyai, zakat berperan untuk tingkatkan keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat agar lepas dari kemiskinan.

Tiap tahun warga muslim di Indonesia membayar zakat fitrah dan maal. Secara umum, mereka bayar lewat instansi zakat, baik pada tingkat mushola atau di instansi zakat professional walau cukup banyak juga yang membayarnya langsung ke mustahik.

Pada umumnya, pendayagunaan zakat terbatas pada kebutuhan konsumtif, yaitu untuk memenuhi keperluan harian sandang dan pangan. Tetapi, karakter penyukupan kebutuhan ini hanya periode pendek, yang tidak akan memberi imbas signifi kan dalam pengentasan kemiskinan untuk mustahik.

Maka dari itu, banyak instansi zakat yang fokus pada pendayagunaan zakat dalam periode panjang, sebagaimana untuk pendayagunaan ekonomi kecil dan micro untuk warga kurang sanggup atau ide-ide inovatif yang lain yang mempunyai arah hampir serupa hingga tidak disangsikan kembali bila lembaga-lembaga zakat professional secara umum memiliki komitmen dalam memberi faedah ke warga pra sejahtera dengan beragam programnya.

Namun, beberapa program itu dapat disebut tidak dapat optimal dalam menangani jerat rentenir dalam masyarakat, khususnya di lingkungan warga pedesaan. Pergerakan rentenir yang masif dan persuasif, satu diantaranya, mengakibatkan warga terus digempur dengan beragam peluang mendapat utang yang cepat dan mudah walau beresiko tinggi.

Selain itu, beberapa program pendayagunaan yang digelontorkan oleh instansi zakat, condong tidak demikian dilirik oleh warga. Ini karena biasanya program itu tidak berpengaruh ke warga langsung yang bisa dimakan di hari itu juga.

Maka dari itu, memerlukan program kemandirian atau pengiringan yang karakternya selainnya konsumtif, tapi juga produktif mendidik untuk memaksimalkan peranan dan peranan instansi zakat dalam masyarakat pedesaan, khususnya dalam menangani rentenir.

Satu program yang bisa dirasa faedahnya langsung oleh warga, tanpa proses sulit dan berjangka panjang. Di satu segi, instansi zakat harus terus lakukan pengiringan yang bisa menyadarkan akan resikonya rentenir hingga perangkap rentenir dalam masyarakat bisa dihindarkan. Bahkan juga, untuk menyeimbangi masif dan persuasifnya gerak an rentenir, instansi zakat harus sanggup ikuti skema yang sudah dilakukan rentenir.

Skema kerja rentenir perlu diadaptasi, misalnya dengan memberi keringanan transaksi bisnis dan administrasi yang diberi. Instansi zakat harus berperanan sebagai instansi keuangan resmi, dengan memberi utang lunak ke warga dari dana zakat.

Pemberian utang ini pasti hanya taktik untuk salurkan zakat dengan arah untuk kemandirian umat. Maknanya, penawaran utang yang sudah dilakukan sebagai dana tabarru’ atau kebijakan untuk membantu hingga tidak memakai mekanisme bunga atau diganti dengan bayar ongkos jasa administrasi yang enteng sebagai wujud tanggung-jawab peminjam.

Disamping itu, barisan mustahik perlu dibuat, sebagai fasilitas untuk sama-sama jamin, mengatur, dan menilai antaranggota dalam meminimalisasi resiko credit macet. Bila dana itu tidak kembali juga, tidak jadi masalah karena sebetulnya memang maksudnya untuk diteruskan ke warga yang memerlukan.

Namun, arah untuk mendapat kemandirian umat tidak terwujud bila warga tidak dikasih tanggung-jawab dalam mengurus hutang mereka karena arah dari skema dan program itu ialah agar bisa tingkatkan kemandirian umat supaya warga berpendapatan rendah tidak selama-lamanya jadi mustahik atau yang menerima zakat.

Saat program semacam ini dilaksanakan secara masif dan persuasif di lingkungan warga pedesaan, pasti jadi daya magnet untuk warga. Sendirinya, keberadaan rentenir akan terpinggirkan karena warga akan pilih ajukan credit dari instansi keuangan yang diatur oleh instansi zakat.

Karenanya, rentenir tidak punyai pasar yang terima kehadiran mereka. Ingat, status mereka tergeser oleh keberadaan instansi zakat yang layani warga secara mudah dan enteng. Dengan mekanisme ini, pola pikir warga di pedesaan, jika pinjam uang di instansi keuangan resmi pasti tidak ke arah pada susahnya ajukan utang untuk kebutuhan modal atau konsumtif.

Di saat pola pikir warga terjaga untuk terima program ini, pasti sebagai peluang yang paling bernilai untuk selanjutnya menemani mereka supaya lebih berdikari dengan program k emandirian yang lain hingga warga bisa dilepaskan dari jeratan rentenir secara detail saat ekonomi mereka bertambah.

Disamping itu, tuntunan agama mengenai haramnya berbisnis dengan mekanisme rente ini sebaiknya jadi perhatian tertentu supaya warga terbentengi dengan kepercayaan pengetahuan agama yang betul.